Sabtu, 06 Juli 2013

KEKANG KENDALI TUHAN


Waktu itu saya berada dalam suatu konferensi dan rapat di Tulsa, Oklahoma, ketika Tuhan memberikan penglihatan yang ingin saya bagaikan kepada saudara. Lebih dari 30 pelayan Tuhan hadir dalam sesi Kamis pagi itu, dan Tuhan, Bapa segala roh, hadir untuk berperkara dengan anak-anakNya, membetulkan dan mendisiplinkan mereka untuk taat total kepada kehendakNya. Ada hadirat Roh Kudus yang begitu kuat sehingga tidak ada seorangpun yang berani naik ke atas mimbar dan berkotbah. Ada keseganan diantara pelayan-pelayan Tuhan itu sehingga mereka tidak ingin berbicara apapun selain apa yang disuruh oleh Roh Kudus secara langsung kepada mereka. Dan ditengah-tengah pekerjaan Tuhan yang hebat dalam roh kami, Roh Kudus memberikan suatu penglihatan kepada saya…….

Saya Melihat Kereta Sang Raja

Pada suatu jalan yang kotor ditengah padang yang luas. Berdirilah sebuah kereta yang indah, pinggir-pinggirnya terbuat dari emas dengan ukir-ukiran yang indah. Kereta itu ditarik oleh 6 ekor kuda yang gagah, berwarna abu-abu hitam berkilauan, 2 memimpin di depan, 2 di tengah, dan 2 lagi di belakang. Tetapi mereka tidak bergerak, mereka tidak menarik kereta itu, saya jadi bertanya-tanya, “Mengapa?” Kemudian saya melihat sang kusir di bawah kereta, terlentang si atas tanah, persis di belakang 2 pasang kaki dari kuda yang terakhir, ia sedang mengerjakan sesuatu di antara roda depan kereta. Saya berfikir, “Wah, dia ada di tempat yang berbahaya, karena kalau satu dari kuda-kuda itu menendangnya atau mundur, mereka dapat membunuhnya, atau bila mereka memutuskan untuk bergerak maju, karena ditakuti oleh sesuatu, mereka akan menarik kereta itu tepat melindas kusir itu.” Tetapi kusir itu tidak tampak takut, karena dia tahu bahwa kuda-kuda itu sudah dilatih dan tidak akan bergerak sampai dia memberikan perintah untuk bergerak. Kuda-kuda itu tidak menghentak-hentakan kakinya atau merasa gelisah, dan meskipun ada bel di kaki-kaki mereka, bel-bel itu tidak berbunyi. Ada hiasan pada kekang mereka sampai kepala tetapi hiasan itu juga tidak bergerak. Mereka hanya berdiri dengan diam dan tenang menantikan suara dari Tuan mereka.

Dua Anak Kuda Di Padang

Pada saat saya mengamati kuda-kuda yang sudah terlatih itu, saya melihat ada dua anak kuda yang masih muda di padang terbuka itu, mereka menghampiri kereta itu, bercakap-cakap dengan kuda-kuda di kereta, “Mari bermain-main dengan kami, kami punya banyak permainan, mari bertanding, ayo tangkaplah kami.” Dengan perkataan ini dua anak kuda itu mengentakan kaki mereka, mengibaskan ekor dan berpacu melintasi padang itu. Tetapi ketika mereka menoleh ke belakang dan melihat bahwa kuda-kuda itu tidak mengikuti mereka, mereka menjadi bingung. Dua anak kuda itu tidak tahu tentang disiplin, mereka tidak mengerti kenapa kuda-kuda tersebut tidak mau bermain-main, maka mereka berteriak, “Mengapa kalian tidak mau bertanding dengan kami? Apakah kalian terlalu lelah? Apa kalian terlalu lemah? Apakah kalian tidak punya kekuatan untuk berlari? Jangan terlalu sok alim, kalian perlu kesenangan dalam hidup ini.” Tetapi keenam kuda itu tidak menjawab mereka sepatah kata pun, bahkan tidak menghentakan kaki atau menggoyang-goyang kepala mereka sama sekali. Tetapi mereka berdiri, diam dan tenang, menantikan suara Tuan mereka.

Sekali lagi anak-anak kuda itu berteriak kepada mereka, “Mengapa kalian berdiri saja di bawah terik matahari? Ayolah kesisni di bawah naungan pohon yang rindang ini. Lihat betapa hijaunya rerumputan ini, mestinya kalian sangat lapar, kemarilah dan makan bersama kami, rumput di sini sangat hijau dan sangat enak. Kalian tampaknya haus, mari minum dari salah satu sungai kami yang bersih dan dingin.” Tetapi kuda-kuda itu tidak menjawab ataupun menoleh. Mereka tetap diam dan menantikan komando untuk bergerak bersama sang Raja.

Anak-Anak Kuda Dalam Kandang Tuannya

Tak lama kemudian situasi berubah. Saya melihat setuas tali laso menjerat leher dua anak kuda itu dan mereka dihantar ke padang Tuannya untuk dilatih dan disiplinkan. Betapa sedihnya mereka karena padang hijau yang cantik itu sudah lenyap, mereka dimasukkan ke dalam tempat pemrosesan di padang dengan pagar yang tinggi, coklat dan kotor. Anak-anak kuda itu lari dari pagar ke pagar, mencari kebebasan, tetapi tidak dapat karena mereka telah dikurung di tempat itu untuk dilatih. Kemudian sang pelatih mulai mengerjakan mereka, dengan cambuk dan tali kekangnya. Betapa mengerikan hal ini bagi mereka yang sudah terbiasa hidup bebas! Mereka tidak dapat mengerti alasan siksaan dan disiplin yang keras ini. Kejahatan apakah yang telah mereka lakukan sehingga mereka menerima hukuman ini? Mereka tidak begitu mengerti hasil yang akan menjadi bagiannya, apabila mereka menaklukan diri pada disiplin tersebut, patuh pada kesempurnaan perintah Tuannya dan menyelesaikan latihannya. Yang mereka tahu hanyalah bahwa proses ini adalah sesuatu yang amat mengerikan yang pernah mereka alami.

Penaklukan Diri Dan Pemberontakan

Salah satu dari anak kuda itu memberontak, dan berkata, “Ini bukan untukku, aku suka akan kebebasanku, bukit-bukit hijauku, aliran sungaiku yang jernih. Aku tidak mau dikurung lagi, aku bosan latihan yang menjemukan ini.” Suatu kali ia menemukan jalan keluar, ia segera melompat pagar dan berlari dengan riangnya kembali ke padang rumputnya. Saya heran melihat Tuan itu membiarkannya pergi, dan tidak mengejarnya. Dia memusatkan seluruh perhatianNya pada anak kuda yang masih tertinggal. Anak kuda ini meskipun ia memiliki kesempatan yang sama untuk lari, namun dia memutuskan untuk menyerahkan kehendak hatinya sendiri, dan belajar akan jalan-jalan Tuannya. Dari hari ke kari latihan itu menjadi semakin berat, namun ia pun dengan cepat belajar lebih dan lebih lagi untuk mentaati keinginan Tuannya sampai hal yang terkeil, dan untuk menjawab suaraNya yang terlembut sekalipun.  Saya melihat, bila tidak ada ujian atau latihan, maka tidak akan ada pemberontakan atau penaklukan diri dari kedua anak kuda tersebut. Karena dalam padang mereka tidak mempunyai pilihan antara memberontak atau taat, mereka tidak berdosa menurut pandangan mereka sendiri. Tetapi ketika mereka dibawa ke tempat pengujian, latihan dan kedisiplinan, maka akan nyatalah ketaatan anak kuda yang satu dan pemberontakan dari anak kuda yang lain.

Ke Dalam Kekang Tuhan

Akhirnya masa-masa latihan sudah selesai. Apakah ia sekarang akan diberi kebebasan sebagai upahnya dan dikembalikan ke padang? Oh, tidak. Tetapi sekarang justru ia dimasukkan kurungan yang paling ketat yang pernah dialaminya yaitu disaat pakaian kekang itu dijatuhkan diatas pundaknya. Sekarang ia menemukan bahwa tidak ada lagi kebebasan, sekalipun hanya untuk berlari-lari kecil di sekeliling pagar, karena dengan kekang tersebut dia hanya dapat bergerak kemana dan bilamana Tuannya menyuruh, dan kalau Tuannya tidak berbicara apa-apa, dia harus tetap diam.

Situasinya berubah lagi, saya melihat anak kuda yang lain sedang berdiri di atas bukit, mengunyah rerumputan di sana. Kemudian di seberang padang, di suatu jalan munculah kereta Sang Raja, ditarik oleh enam kuda. Dengan rasa kagum kuda yang bebas ini melihat bahwa yang memimpin kereta tersebut adalah saudaranya dulu. Sekarang ia telah menjadi kuat dan dewasa karena pemeliharaan yang baik dalam kandang Tuannya. Dia melihat hiasan kepala yang indah meliuk-liuk ditiup angin, dia juga melihat kekang emas yang berkilauan ada di sekitar tubuh saudaranya, dia juga mendengar gemerincingnya kelentingan yang melihat di kaki saudaranya……. dan iri hati muncul dalam hatinya. Kemudian ia mengeluh pada dirinya sendiri, “Mengapa saudaraku demikian dihormati, sedangkan aku dilupakan? Kakiku tidak diberi kelentingan dan kepalaku tidak diberi hiasan? Tuan itu tidak memberiku kepercayaan untuk menarik keretanya, ataupun menaruh kekang emas itu kepadaku. Mengapa ia memilih saudaraku dan bukan aku?” Dan oleh Roh Kudus jawaban itu datang kepada saya keika saya mengamati hal itu. “Karena yang satu tunduk pada kehendak dan disiplin Tuannya, sedang yang lainnya memberontak. Demikianlah yang satu dipilih dan yang lain disisihkan.”

Masa Kelaparan Datang

Kemudian saya melihat kekeringan menyapu seluruh daerah itu, rumput yang semula sedemikian hijaunya menjadi mati, kering, coklat dan layu. Aliran sungai kecil itu menjadi kering, dan berhenti mengalir sehingga hanya terdapat beberapa genangan air yang berlumpur di sana-sini. Saya melihat anak kuda itu (saya heran melihatnya, dia seakan-akan tidak pernah bertambah besar dan dewasa) dia berlari ke sana ke mari menyebrangi padang mencari aliran sungai yang jernih dan padang rumput yang hijau, tetapi tidak pernah menemukannya. Dia masih berlari, seolah-olah dalam lingkaran, berputar-putar untuk mencari sesuatu yang dapat dimakannya, dan memberi makan rohaninya yang sangat lapar. Namun kekeringan sudah melanda daerah itu, padang rumput yang hijau dan aliran sungai yang menyegarkan sudah tidak dapat ditemukan lagi.  Suatu hari anak kuda ini berdiri di atas bukit dengan kakinya yang mulai lemah dan bergetar, bertanya-tanya kemana lagi akan dicarinya makanan, dan bagaimana ia mendapatkan kekuatan untuk berjalan. Akhirnya ia sadar semua sudah tidak ada gunanya, karena makanan yang enak dan aliran  sungai yang jernih adalah masa lalu, segala usaha untuk mendapatkannya lagi hanya akan menghabiskan tenaganya saja.

Tiba-tiba dia melihat kereta Sang Raja datang, ditarik oleh enam ekor kuda yang besar-besar. Dan dia melihat saudaranya, gemuk dan kuat, berotot, kulitnya mengkilap dan elok karena dirawat dengan baik. Hatinya amat kagum dan juga bingung, ia berteriak, “Saudaraku, dimana engkau mendapatkan makanan yang menjadikan kamu kuat dan gemuk dimasa-masa kelaparan ini? Saya sudah berlari kemana-mana dalam kebebasanku untuk mencari makanan, tetapi tidak kutemukan satu pun. Bagaimana kamu mendapatkan makanan di masa paceklik ini dalam kurungan yang mengerikan itu?, katakan padaku, aku harus tahu.” Kemudian jawaban itu datang dari suatu suara yang penuh  kemenangan dan pujian, “Dalam rumah Tuanku, ada suatu tempat rahasia yang termasuk dalam lingkungan pagarNya, dimana Dia memberi aku makan dari tanganNya sendiri, lumbung-Nya tidak pernah kosong dan sumber air-Nya tidak pernah kering.”

Dengan ini Tuhan memberikan pengertian kepada saya, bahwa disaat-saat di mana orang-orang menjadi lemah dan lapar rohaninya, maka mereka yang telah menyalibkan kehendak hatinya sendiri dan masuk ke tempat rahasia Yang Maha Tinggi, serta menaklukan diri pada kesempurnaan kehendak-Nya, akan mendapat gandum surgawi dengan berlimpah-limpah.  Sampai di sini penglihatan itu berakhir.

Arti Dari Penglihatan Itu

“Tulislah penglihatan itu dan ukirlah itu pada loh-loh. Supaya orang sambil lalu dapat membacanya.” (Habakuk 2 : 2)
“Pasanglah kuda, dan naiklah, hai pengendara-pengendara kuda!” (Yeremia 46 : 4)
Saya percaya bahwa banyak diantara saudara yang dapat mendengar apa yang dikatakan Roh Kudus kepada umat-Nya, telah melihat apa yang Tuhan nyatakan melalui penglihatan ini. Tetapi biarlah saya menjelaskannya. Lahir dalam keluarga Tuhan, makan di padang yang berumput hijau dan minum dari aliran wahyu-wahyu Ilahi adalah sesuatu yang menyenangkan dan indah. Tetapi itu tidak cukup. Sementara kita masih kanak-kanak, kita hanya dibatasi oleh hukum yang merupakan pagar luar yang memagari padang rumput itu, yang memisahkan kita dari padang beracun, yaitu dunia gelap. Tuhan sangat merindukan kita berkembang dan bertumbuh kepada kedewasaan rohani. Tetapi saatnya tiba bagi mereka yang makan di padang-Nya, minum dari sungai-Nya untuk dibawa masuk ke dalam tempat pendisiplinan atau “latihan kanak-kanak” dengan maksud menjadikan mereka putera-putera Tuhan yang dewasa. Saat ini banyak diantara anak-anak Tuhan tidak dapat mengerti mengapa bagi mereka yang telah mengenakan kendali dari Tuhan tidak mudah terpengaruh oleh berbagai macam aktivitas rohani dan pengajaran-pengajaran aneh yang belum dewasa. Mereka heran mengapa mereka yang telah dilatih disiplin oleh Tuhan tidak mengejar nubuat yang baru atau ramai-ramai ikut dalam berbagai aktifitas yang kelihatanya rohani, “baik dan menguntungkan.” Mereka heran mengapa orang-orang ini tidak mau bersaing dalam usaha gila-gilaan untuk membangun pekerjaan yang besar dan pelayanan yang hebat, yang dapat dilihat oleh orang lain. Mereka tidak dapat mengerti kenyataan sederhana bahwa kumpulan orang-orang suci ini menantikan suara Tuhannya, dan *mereka sendiri (*orang-orang suci ini) tidak dapat mendengar Tuhan dalam aktifitas-aktifitas **mereka (**yang merasa heran dengan orang-orang suci ini). Orang-orang ini akan bergerak dalam waktu mereka sendiri, yaitu pada saat Tuhan memerintah mereka, dan tidak bergerak sebelum waktunya, meskipun banyak godaan dari “anak-anak kuda” yang suka bermain. Dan anak-anak kuda itu tidak dapat mengerti mengapa mereka yang kelihatannya muncul dengan kemampuan dan kekuatan yang hebat tidak dipakai untuk “hal-hal yang mulia.”. “Tarik kereta itu”, kata anak-anak kuda itu, tetapi mereka yang telah didisiplinkan, dan ada dalam kekang Tuhan, tidak bergerak sebelum mereka mendengar suara Tuannya. Mereka akan bergerak dalam waktu mereka sendiri, dengan tujuan dan tanggung jawab yang besar.

Dan Tuhan memberitahu saya bahwa banyak dari mereka yang dibawa-Nya ke dalam pusat latihan tersebut akan memberontak dari disiplin dan penyucian Tuhan. Mereka tidak dapat dipercayai dalam tanggung-jawab yang besar sebagai putera yang dewasa, jadi Dia membiarkan mereka bersukaria dalam kebebasan mereka, kembali pada aktifitas kerohaniannya, berbagai nubuat dan berkat-berkat. Mereka tetap umat-Nya, makan dari padang rumput-Nya, tetapi Dia terpaksa mengesampingkan mereka dari “Tujuan Agung-Nya” pada akhir jaman ini. Mereka bersenang-senang dalam kebebasannya dan menganggap dirinya ‘orang-orang pilihan’, tanpa menyadari bahwa mereka telah disingkirkan dari “Rencana Agung-Nya” pada akhir jaman ini.

Dia menunjukan kepada saya bahwa meskipun penyucian ini kelihatannya menyakitkan saat ini, dan pendisiplinan itu berat untuk ditanggung, tetapi hasil akhirnya akan dipenuhi dengan kemuliaan dari karakter seorang putera Tuhan dan hal itu tidak dapat dibandingkan dengan penderitaan yang telah lewat. Kemuliaan yang akan datang jauh melebihi apa yang sedang kita tanggung sekarang. Dan meskipun beberapa bahkan kehilangan nyawa mereka dalam latihan ini, mereka akan tetap mendapat bagian yang sama dalam maksud-Nya yang mulia dan kekal.

Hai orang-orang kudus, janganlah engkau gagal, karena Tuhanlah yang membawamu ke dalam kurungan itu, bukan musuh kita. Itu untuk kebaikanmu, dan untuk kemuliaan-Nya. Jadi tanggunglah segala sesuatu dengan pujian dan ucapan syukur sehingga Dia dapat menganggap kamu layak untuk mendapat bagian dalam kemuliaan-Nya! Janganlah takut akan cambuk ditangan-Nya, karena cambuk itu digunakan bukan untuk menghukummu, tetapi untuk menyempurnakan dan melatihmu, sampai pada ketaatan kehendak-Nya dan akhirnya menjadi serupa dengan gambar-Nya pada waktunya.

Berlimpah Pada Masa Kelaparan

Pada saat kelaparan itu melanda, Dia akan memberi makan dari tangan-Nya sendiri pada mereka yang tunduk pada kehendak-Nya yang sempurna, yang tinggal di tempat tersembunyi dari Yang Maha Tinggi. Ketika ketakutan melanda, maka mereka yang ada dalam kendali-Nya tidak akan takut, karena mereka akan merasakan sentakan-sentakan lembut pada tali kekang-Nya serta mengenal pimpinan Roh-Nya. Pada saat orang lain lemah dan gemetar dalam ketakutan, akan ada orang-orang yang justru menjadi kuat dalam kuat kuasa-Nya. Mereka tidak akan kekurangan sesuatu apapun yang baik. Jadi bersukacitalah, hai putera-putera Tuhan! Karena kamu sudah dipilih oleh anugerah-Nya untuk melakukan Pekerjaan-Nya Yang Besar di akhir jaman ini.

Oleh: Rev. Bill Britton (Alm)
Judul Asli: “The Harness of The Lord”
Terjemahan Oleh: Suara Nafiri -Surabaya
Disadur Oleh: BrotherHu WordPress



NB: Rev. Bill Britton adalah seorang hamba Tuhan kebangsaan Amerika yang telah melayani Tuhan diberbagai bangsa termasuk Indonesia. Pengajaran dan penyampaian beliau telah banyak menjadi berkat bagi Tubuh Kristus tanpa terkecuali para hamba-hamba Tuhan (para pemimpin / rohaniawan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar