Sabtu, 01 Desember 2012

HARI SABAT : MASIH BERLAKU ATAU TIDAK?


Saudaraku kekasih dalam Kristus Yesus....

Kali ini saya akan berbicara mengenai salah satu topik yang terbilang paling kontroversial atau paling diperdebatkan di antara umat kristen, yaitu hari Sabat. Beberapa dari anda telah menanyai pendapat saya perihal ini. Saya berharap jawaban ini memuaskan.

Banyak pengkhotbah atau pengajar tidak berani berbicara mengenai topik ini, berusaha menghindarkannya, karena banyak alasan. Mungkin karena dia tidak ingin “dilempari batu” pihak yang berseberangan, mungkin karena ingin terlihat bersahabat dengan semua kelompok atau kompromistik, tapi kebanyakan tentunya karena mereka sebenarnya masih berada di zona kebingungan.

Tetapi saya, karena dorongan Roh Tuhan, memberanikan diri menuliskannya kepada saudara dan siap menanggung resiko apapun.

Mengingat kontroversi Sabat ini sangat besar serta sudah berlangsung sejak generasi pertama gereja, maka tentu tidak akan memuaskan bila ditulis dalam satu dua lembar saja. Saya membutuhkan ruang yang cukup panjang, dan berharap anda dapat bersabar membacanya bagi kebaikan anda sendiri. Jika anda tidak sempat membacanya secara lengkap hari ini juga, silakan simpan ke komputer pribadi anda untuk bisa anda baca di rumah.

Keluarlah dari pandangan ekstrim

Ada dua ekstrim yang dianut mengenai sabat di tengah-tengah umat Allah. Ekstrim pertama ialah mereka yang mengerjakannya seperti orang-orang Yahudi mengerjakannya. Anda harus tahu bahwa hukum-hukum agama yang dianut orang Yahudi hari ini berasal dari rabi-rabi mereka ratusan tahun setelah kekristenan muncul, yang menyusun Talmud. Sementara para pakar sejarah sepakat bahwa rabi-rabi Talmud adalah ahli waris-ahli waris komunitas Farisi di masa Kristus, yang dapat kita temukan dan pahami teologianya di dalam Injil. Dengan kata lain, cara Yahudi hari ini merayakan Sabat adalah sama dengan cara orang Farisi di masa lalu, dan kita semua tahu, Tuhan Yesus mengecam mereka.

Ekstrim kedua, dan ini jauh lebih besar, adalah mereka yang tidak mengerjakan atau mempedulikannya lagi, menganggapnya bukan bagian dari kekristenan lagi karena kasih karunia.

Selebihnya, sebagai golongan terbesar, adalah kita yang ada di zona kebingungan. Saya dalam posisi berbicara kepada kelompok ektrim kedua, sekaligus juga kepada golongan mayoritas yang berada di zona bingung, yang umumnya condong ke ekstrim kedua.

Saya tahu, bagi sebagian besar anda, Sabat sudah terdengar sangat asing. Tetapi anda harus menguji ulang apa yang selama ini anda percayai dan jalani. Kita semua harus kembali kepada Alkitab. Tinggalkan pendapat-pendapat teologia ciptaan aliran gerejamu. Anda tidak diselamatkan oleh aliran apapun, melainkan oleh iman anda yang taat di dalam kasih karunia Yesus Kristus.

Pandangan ekstrim Kedua

Supaya lebih mudah, kita akan menilik sejenak ajaran ekstrim kedua tersebut. Meski sangat banyak, saya memakai artikel di dalam www.gotquestions.org dibawah judul: “Pertanyaan: Apakah orang-orang Kristen merayakan hari Sabat?” sebagai perwakilan mereka. Gotquestions.org sendiri adalah situs terkenal yang banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan di seputar kekristenan.

Saya tidak mengenal penulis artikel tersebut, tetapi kemungkinan besar tentulah ia seorang pendeta yang cukup berwibawa. Jadi saya mengasihi dan menghormatinya meskipun sedang melawan pendapatnya yang tidak benar itu. Beberapa intisari dari penjelasannya mengenai sabat antara lain:
1.Sabat hanya untuk orang Israel; 2. Sabat adalah bagian dari Taurat Musa dan orang kristen bebas dari Taurat; 3. Hukum Sabat telah dihapuskan oleh darah Yesus di kayu salib; 4. Minggu bukanlah Sabat, jadi kita tidak memperlakukan hari Minggu seperti orang Israel memperlakukan Sabat. Atau dengan kata lain, silakan mau bekerja pada hari Minggu. Itu bukan masalah, sebab Sabat sudah tiada ada.

Anda lihat, bahwa inti dari argumentasi tersebut ialah Sabat itu bagian dari hukum Taurat. Tentu kita semua menyadari bahwa kita, karena kasih karunia, telah dibebaskan dari tuntutan Taurat. Kita tidak tunduk lagi pada petunjuk-petunjuk Taurat.

Kita harus tegas memahami mana bagian dari Perjanjian Lama sebagai Taurat, mana yang bukan Taurat, sehingga kita tidak lantas menganggap semua firman dalam Perjanjian Lama adalah Taurat. Taurat adalah aturan-aturan agamawi yang diturunkan Allah kepada orang Israel melalui Musa mengenai tatacara beribadah kepada Allah.

Akan tetapi kita harus tahu bahwa di dalam Perjanjian Lama, selain aturan-aturan Taurat, termaktub juga ketetapan-ketetapan kekal Allah, yang berlaku selama-lamanya. Contoh kecil saja, homoseksual dilarang di Perjanjian Lama, dan ketentuan itu kekal. Berzinah dilarang di Perjanjian Lama, juga membunuh, juga mencuri dan lain-lain, dan semua itu berlaku kekal. Di Perjanjian Lama kita juga menemukan mengapa orang akan diberkati Allah di dunia ini, dan jika anda hidup seturut dengan ketentuan-ketentuan yang disebutkan disitu, anda benar-benar akan diberkati. Itu berlaku kekal.

Anda dapat menemukan sendiri, oleh bimbingan Roh, mana yang termasuk Taurat dan mana ketentuan kekal Allah di dalam Perjanjian Lama. Ketentuan-ketentuan kekal ini lazimnya kita namai sebagai kehendak-kehendak Allah.

Akan tetapi sekalipun demikian, keselamatan kita bukanlah kita peroleh sebagai upah dari mengerjakan ketentuan-ketentuan kekal tersebut. Sekalipun anda tidak pernah membunuh, tidak pernah mencuri, selalu berbuat baik seumur hidup anda, senantiasa mengasihi sesama, tetapi anda tidak akan selamat karenanya, jika anda tidak percaya pada Yesus.

Anda harus tinggal dulu di dalam kasih karunia Allah oleh iman akan Yesus, barulah anda terpanggil dengan sendirinya mengerjakan kehendak-kehendak Alah.

Akan tetapi pertanyaannya adalah, apakah ketetapan-ketetapan Allah di dalam Hukum Sepuluh termasuk Titah Keempat adalah Taurat?

Tentang Taurat sendiri, kita tahu bahwa semua itu berasal dari Allah kita. Bagaimanapun, kita menyadari peraturan-peraturan hukum tersebut diadakan sebagai aplikasi dari kehendak kekal. Ada kehendak-kehendak kekal Allah, dan Taurat diadakan sebagai aplikasinya.

Untuk memudahkan pemahaman anda, kita bandingkan dengan sistem hukum di Indonesia. Semua undang-undang dibuat sebagai aturan-aturan pelaksanaan legal dari UUD. Artinya, UUD adalah dasar dari setiap UU. Suatu UU dapat diganti dan dibaharui, dan itu bukan berarti UUD pun ikut berubah.

Sekarang kita akan merenungkan, Perintah Sepuluh itu apakah dasar bagi hukum Taurat, ataukah termasuk Taurat itu sendiri?

Saudara...

Sebenarnya, penolakan Sabat ini baru berkembang pada zaman modern ini saja. Jika anda membuka tulisan-tulisan para reformator gereja, entah itu Martin Luther maupun John Calvin dan masih banyak lagi, mereka tetap menegaskan teguh pengudusan Sabat Tuhan. Di gereja-gereja Lutheran termasuk HKBP misalnya, sampai hari ini kita masih akan menemukan Sepuluh Perintah termasuk Titah Keempat (Hukum Sabat) diperdengarkan kepada jemaat, terlepas dari praktek hariannya oleh jemaat yang sudah tidak lagi terkontrol. Juga para pengajar Injili terbesar yang sudah sangat teruji sebagai pengerja-pengerja Kerajaan Allah yang dapat disebut pembuka jalan bagi gerakan Pentakosta, seperti Charles H. Spurgeon, John Wesley, DL. Moody dan lainnya tetap menyerukan pengudusan Sabat. Bahkan Maria Woodworth-Etter dan tentu banyak lagi pemimpin Gerakan Pentakosta generasi pertama tetap memiliki kommitmen yang kuat dalam menguduskan Sabat.

Ringkasnya, jika anda dapat kembali ke zaman kakek dari kakek kita, seratus hingga ratusan tahun sebelum hari ini, anda akan menemukan bahwa jemaat kristen dimana-mana berhenti bekerja pada hari Sabat, yang mereka rayakan tepatnya pada hari Minggu, menurut tradisi sejak zaman jemaat mula-mula.

Tetapi paham ekstrim kedua makin hari makin berkembang di generasi kita ini dan disebarluaskan melalui media-media.

Lalu, bagaimana yang sebenarnya...?

Memang Perjanjian Baru, terlebih lagi surat para rasul, secara eksplisit tidak pernah berbicara mengenai apakah kita masih harus menguduskan hari Sabat atau tidak. Para rasul menekankan surat-surat mereka kepada kasih karunia Allah di dalam Kristus Yesus. Justru yang ada ialah penjelasan-penjelasan yang terkesan negatif mengenai Taurat, yang intinya bahwa kita sudah tidak lagi berada di bawah kutuk hukum Taurat, melainkan di dalam kasih karunia Yesus. Iman di dalam Yesus, itulah yang menyelamatkan setiap orang.

Semua itu memberi kesan bahwa hukum Sabat tidak ada lagi, dan inilah kesimpulan yang diambil ajaran ekstrim kedua. Kesimpulan ini didukung pula oleh fakta sejarah bahwa jemaat mula-mula, atau paling tidak sejak periode terakhir rasul-rasul, umat kristen tidak lagi berkumpul pada hari Sabat Yahudi (Hari Ketujuh), melainkan pada hari pertama (hari Minggu).

Para pengajar ekstrim kedua menegaskan bahwa Sabat tetaplah Hari Ketujuh. Karena itu, hari minggu tidak dapat disebut sebagai Sabat Kristen. Artinya, kalau orang kristen merayakan Sabat, mereka harus melakukannya pada hari Sabtu, bukan pada hari Minggu. Karena jemaat mula-mula berkumpul pada hari Minggu, itu berarti mereka tidak lagi merayakan Sabat, demikian kesimpulan ekstrim kedua. Ringkasnya, kalaupun anda pergi ke gereja pada hari Minggu, anda tidak boleh menganggap hari Minggu itu sebagai hari kudus, sebagaimana orang Yahudi menguduskan Sabat. Anda tetap boleh bekerja mencari uang setelah pulang gereja.

Tetapi sekalipun dapat dibuktikan bahwa jemaat mula-mula tidak lagi berkumpul pada hari Ketujuh melainkan hari Minggu, sama sekali tidak dapat dibuktikan bahwa jemaat tidak beristirahat total pada hari pertama tersebut. Tidak ada bukti bahwa setelah mereka beribadah di gereja, mereka pergi lagi ke ladang atau membuka toko di pasar. Yang ada justru kesan bahwa mereka menghabiskan waktu seharian di dalam gereja. Korintus 11 : 17-34 salah satunya memberi kesan tersebut. Kita baca juga ayat di bawah ini:

Kisah Para Rasul 20 : 7
Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara dengan saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya. Pembicaraan itu berlangsung sampai tengah malam.

Perhatikan keterangan terakhir, bahwa Paulus berbicara kepada jemaat pada hari itu (hari Minggu) sampai tengah malam. Garis bawahi: sampai tengah malam. Ini sangat mengesankan bahwa pada hari Minggu di zaman itu, gereja menjadi sentral hidup jemaat sepanjang hari. Seharian penuh jemaat beristirahat dari segala kesibukan sekuler dan berdiam dalam hadirat Tuhan, entah di gereja, entah di rumah. Inilah yang lenyap dari zaman kita.

Hari ini, gereja tinggallah sebagai bagian terkecil dari hidup kita. setiap hari Minggu, paling-paling kita hanya menghabiskan dua jam di gereja. Lebihnya, kita memanfaatkan sisa hari itu untuk berlibur ke pantai atau ke tempat-tempat keramaian kota. Kita, jemaat, kini menganut individualisme, memagari privasi kita secara berlebihan dari campur tangan pihak mana pun termasuk gereja. Ironisnya pihak majelis gereja sendiri pun menuruti kehendak tersebut.

Saudara...

Sekalipun para rasul nyaris tak berbicara mengenai Sabat, tetapi Yesus Kristus di dalam Injil banyak memberi penjelasan mengenai Sabat, dan penjelasan-Nya itulah yang akan menjadi pegangan kita. Kita akan membuka Alkitab, langsung kepada pernyataan Tuhan kita sendiri, Yesus Kristus, mengenai sabat.

Di dalam Injil, ada beberapa perikop dimana Yesus berseberangan dengan ahli-ahli Taurat dan imam-imam Farisi mengenai hari Sabat, seperti salah satunya di bawah ini:

Matius 12 : 10 - 12
Di situ ada seorang yang mati sebelah tangannya. Mereka bertanya kepada-Nya: "Bolehkah menyembuhkan orang pada hari Sabat?" Maksud mereka ialah supaya dapat mempersalahkan Dia.
Tetapi Yesus berkata kepada mereka: "Jika seorang dari antara kamu mempunyai seekor domba dan domba itu terjatuh ke dalam lobang pada hari Sabat, tidakkah ia akan menangkapnya dan mengeluarkannya?
Bukankah manusia jauh lebih berharga dari pada domba? Karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat."

Kita fokus kepada perkataan Tuhan kita: “boleh berbuat baik pada hari Sabat.”

Kalimat ini secara langsung memberitahukan kita bahwa ekstrim pertama --lihat di atas—adalah keliru. Tetapi sekaligus juga kalimat ini menegaskan bahwa ekstrim kedua salah. Ekstrim kedua mengira bahwa Yesus sedang berkata: Sabat tidak ada lagi! Padahal tidak demikian. Yesus tidak berkata: sabat tidak ada lagi, tetapi berkata: “Boleh berbuat baik pada hari Sabat.”

Dalam firman-Nya itu, tersirat dua hal. Pertama, hari Sabat tetap ada. Kedua, cara Farisi (termasuk Yahudi sekarang, yang diadopsi beberapa gereja garis keras) menerapkan hukum hari Sabat, salah.

Dasar bagi kita memperlakukan Sabat

Kita baca ayatnya di Alkitab, ketika Allah baru saja selesai menciptakan segalanya.

Kejadian 2 : 3
Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.

Dari ayat ini, kita memiliki satu pengetahuan penting, yaitu bahwa perintah Sabat bukanlah bagian dari Taurat Musa, sebab ayat di atas tidak terjadi di zaman Musa dan belum menjadi peraturan imamat Yahudi. Maksud saya, hukum Sabat sudah lebih dulu dinyatakan Allah sebelum Taurat Musa ada. Jadi jika kita mengerjakan hukum ini dengan setia, jangan ada seorang pun yang berkata bahwa ia penganut Taurat.

Ya, saudaraku...

Mohon jangan berkata saya sedang mengajarkan Taurat disini. Yang saya lakukan ialah meyingkapkan hikmat Allah yang selama ini mungkin tersembunyi bagi anda dan keluarga. Saya menerimanya dari Tuhan Yesus, dan saya tuliskan disini untuk keperluan anda. Allah sudah sejak semula menghendaki Pengudusan Sabat sebelum hal itu Ia nyatakan kepada Musa. Ringkasnya, kehendak Allah akan pengudusan Sabat bukan baru muncul ketika Ia bertemu dengan Musa di Gunung Sinai. Sama seperti kehendak Allah supaya manusia tidak saling membunuh sesamanya bukan baru muncul ketika Sepuluh Perintah dituliskan pertama kali di hadapan Musa. Semua itu muncul dari karakter kekal Allah sendiri.

Hukum-hukum Taurat diberikan kepada Musa, ribuan tahun setelah Allah menguduskan Sabat bagi-Nya. Sama halnya dengan Perpuluhan. Orang pertama yang mempersembahkannya adalah Habel dan Kain, dan kemudian muncul lagi dalam biografi Abraham, ketika ia mempersembahkan kepada Melkisedek. Jadi Perpuluhan itu pun jauh lebih tua daripada Hukum Taurat Musa itu sendiri.

Jadi mari hati-hati dalam memilah-milah mana Hukum Taurat, mana yang bukan dari Perjanjian Lama. Menurut saya, hukum Taurat adalah pernyataan-pernyataan peraturan hukum yang diberikan kepada Musa. Jadi menurut saya, segala yang terjadi di zaman sebelum Musa, tidak termasuk Hukum Taurat.

Maka, perlakukanlah Sabat itu sama seperti anda memperlakukan Perpuluhan, sebagaimana tradisi Habel atau Abraham. Kita mempersembahkan 10 persen dari penghasilan kita untuk TUHAN. Demikianlah kita mempersembahkan satu hari dalam sepekan untuk Dia.

Tuhan Yesus menjelaskan Langsung pada Saya

Pertanyaan dasar yang membangun tulisan saya ini adalah: apakah Allah masih menghendaki Sabat pada zaman kasih karunia ini, atau tidak lagi. Di atas, sedikit banyak hal itu telah saya kuak. Akan tetapi setiap orang dapat membangun argumentasi teologis masing-masing. Karena itulah, saya menjawabnya lewat kesaksian hidup saja, bukan argumentasi teologis.

Saudara...

Terus terang, saya dibangun di dalam gereja yang cenderung berada di ekstrim kedua, atau paling tidak, di dalam golongan yang ragu mengenai kebenaran Sabat. Di tempat saya, Sabat tidak pernah dibicarakan, terlihat seperti tabu. Saya akui, banyak pendeta menghindar berkhotbah soal Sabat bukan karena tegas menganut ekstrim kedua, tapi karena masih bingung. Mereka belum memperoleh hikmat Roh tentang itu. Terlalu sedikit pengajar yang mengajarkannya. Semua berada di dalam kebisuan, karena ragu-ragu.

Hal berbeda saya dapatkan dari gereja saya yang lama. Jujur saja, saya lahir dan besar di gereja yang menganut teologia Lutheran, dimana Sepuluh Perintah tetap diajarkan.

Akan tetapi, meski secara teoritis tetap diajarkan, dua puluh tahun belakangan ini, secara rohani pengaruh gereja tersebut menurut saya, telah berkurang drastis ke dalam kehidupan harian jemaat. Ditambah lagi kemajuan zaman modern yang begitu dramatis membuat pengaruh gereja semakin pudar.

Suasana berbeda sempat saya rasakan di masa kecil saya, di akhir 70-an sampai awal 80-an. Saat itu, saya tinggal di kampung terpencil di Tapanuli. Belum ada listrik, belum ada jalan aspal, belum ada kemajuan teknologi segila sekarang. Listrik hanya ada jika ada gen set, dan yang punya hanya beberapa. Lainnya pakai petromaks tetapi kebanyakan pakai lampu teplok. Waktu itu, sejak pukul 8 malam, kampung kami sudah gelap gulita dan sunyi, kecuali di beberapa warung kopi yang ada listriknya masih ada kumpulan bapak-bapak menonton TVRI dari TV Sharp hitam putih. Selepas Berita Terakhir, siaran TVRI sudah jadi semut, tanpa ada chanel lain seperti sekarang.

Di kampung kami di zaman itu, pada hari Minggu, orang tidak pergi ke sawah atau kebun. Semua orang beristirahat, sebab waktu itu gereja masih sangat berwibawa, juga cara berpikir jemaat masih sangat sederhana, tanpa tuntutan besar akan privasi serta meledaknya konsumerisme ala zaman modern sekarang ini. Pada hari minggu, orang-orang saling mengingatkan bila ada yang ngeyel pergi ke sawah.

Itulah yang saya alami dulu. Lalu ketika pindah ke kota sebagai perantau, khususnya Jakarta, dimana zaman semakin maju pula, kenangan tentang kedamaian Hari Minggu tidak bersisa sama sekali. Ketika saya menetap lagi di kampung sejak beberapa tahun lalu, suasana seluruhnya sudah sama seperti Jakarta. Tidak ada lagi pesan yang cukup kuat di dalam gereja mengenai pelaksanaan Titah Keempat, entah di gereja saya yang lama, entah di gereja yang baru.

Saya sendiri sebelum ini tidak pernah sedikitpun terpikir untuk merenungkan kebenaran Hari Sabat Tuhan. Saya mengalir saja dengan situasi yang ada. Sampai beberapa bulan yang lalu, saya dan istri tetap membuka kios kami di pasar sepulang gereja.

Akan tetapi hampir setahun lalu, saya dikejutkan oleh sebuah kesaksian seorang pendeta dari Korea yang pernah dibawa mengunjungi sorga dan neraka (alam maut). Di neraka, ia melihat banyak pendeta karena satu dosa saja: “tidak menguduskan hari Sabat Tuhan.” Di bawah ini saya kutipkan:

“Saya kemudian melihat banyak pendeta, penatua, dan majelis di neraka. Saya bertanya kepada malaikat, “Saya mengenal mereka. Mereka telah melayani Tuhan dengan setia saat di Bumi. Mereka telah meninggal beberapa waktu yang lalu. Kami semua telah berpikir bahwa mereka ada di Surga bersama Tuhan. Tetapi sekarang, saya melihat mereka di neraka dan mereka menangis kepanasan! Mengapa mereka ada disini?” Ada begitu banyak pendeta, penatua, majelis dan umat percaya.

Malaikat menjawab, “Pendeta Park Yong Gyu, seseorang bisa terlihat sebagai seorang pengikut Kristus yang sejati, tetapi Tuhanlah yang tahu hati seseorang. Mereka di sini karena mereka tidak menjaga hari Minggu tetap kudus. Kenyataannya, mereka suka menghasilkan uang pada hari Minggu. “ (Sumber: spiritlessons.com/indonesia/ dibawah judul “Surga dan Neraka: 1000 banding 1.”)

Kesaksian itu sangat mengejutkan saya. Saya tiba-tiba teringat lagi pada perdebatan mengenai hari Sabat.

Tetapi saya bukanlah tipe orang yang mudah percaya. Saya selalu membiasakan diri menguji setiap pewahyuan, nubuatan, pengajaran maupun kesaksian. Saya tidak langsung menerima atau secara sembrono menolak, tetapi menguji di dalam takut akan Tuhan, ke dalam Alkitab. Demikianlah sejak itu saya bergumul mencari suara Tuhan untuk hari Sabat.

Sulit karena para rasul hampir-hampir tidak pernah menulis mengenai hukum Sabat, sama seperti mereka sama sekali tidak bicara apa-apa soal perpuluhan, kecuali Paulus dalam beberapa ayat.

Topik mengenai Sabat akhirnya saya temukan di dalam Injil, langsung dari Tuhan kita Yesus. Ada tiga penjelasan Tuhan yang sangat penting untuk saya peroleh. Pertama, ketika Ia berkata: boleh berbuat baik pada hari Sabat. Kedua, ketika Ia berkata: Aku adalah Tuhan atas hari Sabat. Dan ketiga: Sabat untuk manusia, bukan manusia untuk Sabat.

Apakah ketiga pernyataan ini berarti: Sabat tidak ada lagi... seperti anutan kaum ekstrim kedua yang kita kutip di atas? Ataukah itu artinya: Sabat tetap ada tetapi dengan pengertian yang diluruskan oleh Tuhan sendiri?

Saya tahu bahwa jawabannya ternyata adalah opsi kedua: Tuhan kita tidak meniadakan Sabat, tetapi memberi pengertian yang lurus.

Meski kesimpulan itu sudah ada, tetapi saya tetap berdoa siang dan malam agar Tuhan mengajari saya, sebagaimana selama ini Ia mendidik saya dalam hikmat-Nya. Saya membuka-buka situs internet, mencari tahu adakah hamba-hamba Tuhan dari golongan Injili-Pentakosta mengajar tentang Sabat. Dan saya temukan beberapa, umumnya mereka adalah para pengajar di bawah penggembalaan Pdt. Niko. Dan saya sangat bersyukur karena menemukan satu artikel (risalah) khotbah Ir. Niko sendiri, dimana ia menyerukan supaya jemaat tetap menguduskan hari Sabat.

Akan tetapi saya bukanlah murid atau jemaat Pak Niko, dan pula saya bukan murid salah seorang pendeta mana pun. Tulisan para hamba Tuhan bagi saya hanya sebagai pembanding. Saya tidak akan puas sebelum mendapat ajaran langsung dari Tuhan kita.

Lalu suatu hari, gereja kami didatangi seorang hamba Tuhan, pengajar keliling Indonesia, dan dalam seminarnya dengan tegas ia berkata bahwa Sabat itu tidak ada lagi. Dia berkata bahwa dia pergi ke ladangnya bekerja setelah selesai ibadah di gereja pada hari minggu. Dia jelas berasal dari kelompok ekstrim kedua, dimana selama ini saya berada. Alhasil, saya kembali ragu-ragu.

Saya mendoakan topik ini kepada Tuhan dalam doa dan air mata yang teru menerus, berbulan-bulan. Telah banyak kali saya tersungkur bersujud di hadapan-Nya bersimbah air mata hanya untuk meminta penjelasan-Nya langsung. Tuhan tahu itu.

Akhirnya suatu hari, beberapa bulan yang lalu, ketika saya berdoa lagi, Roh Kudus berbicara di hati saya: “Sabat itu adalah bayangan sorga Bapa.” Saya terkejut. Sabat adalah bayangan sorga..? Dan segera hikmat memenuhi pikiran saya sebagai penjelasan.

Saya mendapatkan hikmat saat itu juga, kira-kira seperti ini:
Sabat kita yang sejati adalah ketika kelak kita telah bersatu dengan Bapa di sorga dalam peristirahatan dan perhentian kekal oleh iman di dalam Yesus Kristus. Sedangkan Sabat kita di bumi adalah gambaran dari Sabat kekal tersebut.

Di sorga, kita tidak akan berlelah lagi mencari nafkah. Tidak ada beban tanggungjawab lagi untuk kita nafkahi, entah istri maupun masa depan anak-anak. Di sorga, kita tidak akan merisaukan nasib kita sepuluh atau dua puluh tahun lagi. Di sorga, kita sama sekali beristirahat kekal dari segala perjuangan hidup.

Di sorga, yang ada ialah sorak sorai, puji-pujian akan nama TUHAN, ibadah yang gegap gempita, serta senantiasa sukacita dalam hadirat-Nya. Di sorga, topik obrolan dan bahan pikiran satu-satunya adalah nama TUHAN. Di sorga, satu-satunya yang kita lakukan ialah melayani Dia dan bersekutu dalam hadirat-Nya.

Itulah Sabat Kekal kita. Dan Sabat kita di bumi, dikehendaki Allah sebagai bayangan dari Sabat Kekal tersebut. Satu hari dalam sepekan, haruslah kita beristirahat total dari segala perkara sekuler di bumi ini dan sepanjang hari mengarahkan hati dan pikiran di dalam hadirat Bapa kita.

Itulah hikmat Roh yang memenuhi pikiran saya pada hari itu. Dan sejak itu, akhirnya saya memutuskan untuk menutup usaha kami pada hari Minggu. Tidak boleh buka lagi seperti dulu.

Meski demikian, karena pengaruh ekstrim kedua masih sangat kuat di sekitar saya, hikmat Roh yang saya peroleh itu tetap saja mengalami intimidasi di dalam saya sendiri, dimana saya tertekan karena merasa sendirian. Jadi saya belum berani menuliskannya secara terbuka. Saya baru mengajarkannya kepada istri saya, belum berani kepada saudara-saudara seiman saya yang lain, karena menjelaskan semua itu kepada orang yang selama puluhan tahun menganut ekstrim kedua tidaklah mudah. Salah-salah, mereka bisa mengira saya telah tersesat atau terpengaruh teologia gereja tertentu. Jadi, rentan menimbulkan perdebatan, dan saya tidak suka berdebat, sekaligus tidak sukacita jika sebuah kebenaran didebat saudara sendiri.

Saya membutuhkan penjelasan lebih tegas dan lengkap dari Tuhan kita Yesus, agar saya memiliki keberanian mengajarkannya dan siap memikul salib menerima caci maki serta tuduhan-tuduhan sesat yang barangkali akan dilemparkan kepada saya oleh saudara-saudara sendiri. Jadi meski secara pribadi saya sudah menerapkan di dalam hidup pribadi saya, saya tetap menangis di hadapan Tuhan kita meminta penjelasan yang tegas.

Akhirnya saya mendapat ujian dari rumah saya sendiri. Anda tahu, lebaran yang lalu ada kemungkinan jatuh pada hari senin, sebab sudah jadi kebiasaan di negeri kita ini awal Ramadhan serta kepastian Hari Lebaran baru terjadi satu hari menjelang hari H. Jika itu terjadi, bisa dipastikan bahwa puncak keramaian pasar adalah hari minggunya. Karena itu, beberapa pekan sebelum lebaran lalu, istri saya sudah merayu-rayu saya untuk mengijinkannya buka kios di hari Minggu, sehari sebelum lebaran tersebut, sebab itu akan menjadi puncak keramaian pasar. Bisa dipastikan, paling tidak omzet pada hari itu bisa sampai lima kali lipat dari biasanya.

Makin dekat ke hari minggu tersebut, makin keras istri saya merayu, membujuk dan merengek. Dan malam itu ia merengek dan merayu begitu hebat. Saya terus menerus menegaskan bahwa itu tidak boleh, menurut Titah Keempat. Lalu ia membantah dengan menyodorkan begitu banyak nama saudara seiman kita yang buka toko pada hari minggu sebagai bukti. Si anu buka, si anu, si anu, si anu. Padahal mereka pendeta, atau pelayan-pelayan penting di gereja. “Mengapa papa beda sendiri?” Ia mulai mengguncang keyakinan saya yang belum teguh itu.

Saya terguncang, tubuh saya gemetar. Saya letih. Saya tidak ingin bertengkar dengan istri saya, tapi bukti-bukti yang ia sodorkan itu terlalu banyak. Saya diterpa oleh aroma dakwaan: “Jangan-jangan keyakinan papa itu sesat...”

Jangan-jangan saya yang sesat.... demikian serangan intimidasi itu terus menghantam perasaan saya. Tubuh saya benar-benar gemetar karenanya, seperti terkena malaria. Di ujung tenggorokan saya sudah ada kata-kata menyerah: “Ya sudahlah...”, tetapi saya takut mengingkari suara Roh Kudus yang pernah saya dengar dulu itu.

Lalu saya terpuruk di kamar dan berdoa kepada Yesus. “Tolong aku, Tuhanku Yesus... tolong aku... aku membutuhkan penjelasan-Mu sekarang juga... bagaimana yang sebenarnya mengenai Sabat ini... mengenai Titah Keempat ini... sudah hapuskan itu seperti kepercayaan mayoritas saudaraku, orang-orang kudusmu di dunia ini... atau bagaimana...?”

Keluar dari kamar, saya sudah mempersiapkan sebuah kompromi dengan istri. Biarlah saya kompromi kali ini, sebelum Tuhan menjelaskan dengan tegas kepada saya, pikir saya.

Tetapi baru saja saya mau mulai berbicara, tiba-tiba handpone saya berbunyi. SMS masuk. Entah mengapa, roh saya seperti tahu, dan tercetuslah dari bibir saya: “Sepertinya ini SMS dari Tuhan kita...”

Saya membaca SMS itu dan sangat terperangah. Dari seorang paman saya yang tinggal di Pekan Baru, seorang yang takut Tuhan, yang tidak pernah-pernahnya meng-SMS saya, bahkan yang komunikasi kami pun rata-rata hanya bertelepon sekali setahun. SMS-nya singkat:
“Ulangan 28: 1-6. Dengar dan lakukan firman-Nya. Amen.”

Saya buka Alkitab. Ulangan 28 : 1-6 adalah janji berkat Allah kita. Saya tuliskan ayat 1 untuk anda:

"Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi.”

Penasaran, saya balas SMS itu dengan bertanya: mengapa meng-SMS saya mendadak dan isinya seperti itu? segera masuk balasannya pendek saja:
“DISURUH TUHAN. AMEN.”

Ya, roh saya tahu itu dari Tuhan. Atau, Roh Kudus di dalam saya meyakinkan saya bahwa itu dari-Nya. Saya terpesona. Tuhan kita Yesus hanya membutuhkan kira-kira empat menit untuk menjawab doa saya dan menghentikan seluruh silang sengketa dari guru-guru teologia di dalam otak saya.

Saya bukanlah penganut teologia apapun, selain Alkitab. Meskipun saya beribadah di satu aliran, tetapi saya bukanlah hamba aliran. Saya bukan pejuang denominasi gereja. Saya juga bukan murid siapa pun. Tidak seorang pun pendeta besar di bumi ini yang benar-benar menjadi panutan saya, meski saya mengagumi banyak nama. Tuhanlah yang memberi saya hikmat. Dialah yang mengajar saya, dan semua itu saya tuliskan. Demikianlah tulisan saya mengenai “Sabat” ini saya meteraikan dengan kesaksian saya tersebut. Saya masih menyimpan kedua SMS itu sampai hari ini, dan semoga bisa tersimpan lama.

Jadi kalaupun ada di antara pembaca yang ingin mendebat saya dengan bersandarkan pada pendapat guru-guru teologia atau pendeta sebesar apapun, maaf saya sudah tidak tertarik. Yesuslah Guru segala guru, dan Ia sendiri yang telah mengajar saya. Anda terima atau tidak, terserah anda. Saya sudah menuliskannya dan saya percaya, Yesus sudah menyediakan upah saya atas tulisan ini.

Saya mengacu kepada penjelasan Yesus mengenai Sabat daripada penjelasan guru-guru agama kristen maupun Yahudi, sebab saya percaya pengertian Sabat yang sebenarnya adalah seperti apa yang dikatakan Tuhan kita Yesus. Satu hal yang paling kuat dari penjelasan-Nya itu ialah:

Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat (Matius 12 : 8).

Saya berterimakasih kepada Tuhan atas penjelasan-Nya itu. Dengan kata lain, Sabat adalah untuk Yesus. Yesus adalah tujuan Sabat. Sabat ada untuk dipersembahkan kepada Yesus. Sabat adalah salah satu persembahan, dan persembahan untuk Yesus.

Dengan penjelasan-Nya itu, saya tiba pada suatu hikmat yang teguh, bahwa posisi atau level Sabat adalah suatu persembahan kepada Tuhan Yesus. Dengan demikian, Sabat satu level dengan perpuluhan, ibadah, puji-pujian, mazmur, nazar, dan lain-lain yang bernilai persembahan.

Menurut kalender siapa?

Persoalan sulit berikutnya ialah Allah kita memandang Sabat menurut kalender siapa?

Karena Sepuluh Perintah termasuk Perintah Keempat diterima oleh Musa dan bangsa Israel, dan lagi Yesus sendiri sewaktu hidup di bumi menganut sistem kalender Ibrani, maka yang paling sederhana ialah menjalani Sabat menurut kalender Ibrani pula.

Anda tahu, orang Yahudi menghitung awal hari berbeda dengan kita. Jika masyarakat internasional memakai kalender Masehi dimana awal hari adalah pukul 00.00 dan berakhir pukul 24.00, maka dalam sistem kalender Yahudi, hari dimulai pukul 6 sore, sampai pukul 6 sore berikutnya.

Lalu segolongan umat kristen mencoba menjalankan Sabat menurut sistem waktu Yahudi (Ibrani), yaitu sejak pukul 6 sore sampai pukul 6 sore berikutnya. Ironisnya, karena mereka tetap memakai kalender Masehi dalam kehidupan sehari-hari, maka Sabat mereka terlihat menjadi serba salah. Jadi mereka memulai Sabat pada hari Jumat pukul 6 sore, sampai hari Sabtu pukul 6 sore. Dengan demikian, mereka menjalani Sabat menjadi dua hari, yaitu hari Jumat dan Sabtu, sebab hari di dalam sistem kalender Masehi dimulai pukul 00.00-24.00.

Di pihak lain, tidak pula upaya mereka itu membuat mereka menjalani Sabat secara bersamaan dengan umat Yahudi. Sebab susunan sistem kalender Yahudi berbeda dengan susunan sistem kalender Masehi. Tangggal 17 Agustus dalam kalender Masehi, boleh jadi bertepatan dengan tanggal 12 bulan 5 dalam kalender Yahudi. Demikian pula boleh jadi hari Sabat (hari ketujuh) dalam kalender Yahudi, bertepatan dengan hari Selasa dalam kalender kita.

Jadi, kalender mana yang diakui benar di sorga? Jawabannya: bukan kalender siapa-siapa. Sabat Allah tidak berkaitan atau terikat dengan kalender bangsa manusia manapun. Disebut Sabat, karena Allah menciptakan alam ini di dalam enam hari, kemudian Ia beristirahat pada hari ketujuh. Dan saat itu terjadi, belum ada kalender manusia bangsa manapun, sehingga tidak dapat kita berkata: “Waktu itu Allah beristirahat pada hari ketujuh menurut kalender bangsa Jepang, atau bangsa Mesir, atau bangsa Israel.” Tidak.

itu berarti, kita boleh menjalani Sabat menurut kebudayaan kalender bangsa manapun, tergantung sistem kalender yang kita anut. Juga saya berkeyakinan teguh, kalau saya membuat kalender yang baru sama sekali, yang saya praktekkan untuk diri saya sendiri dan keluarga, maka kalender saya yang baru itu pun dapat dipakai.

Inti hukum hari Sabat ialah, persembahkanlah satu hari dalam sepekan sebagai hari Peristirahatan untuk Tuhan. Kerjakanlah pekerjaanmu di dalam enam hari, tetapi satu hari yang tersisa, jadikanlah itu Hari Ketujuh bagi Allah.

Anda boleh mempersembahkan Sabat pada hari Sabtu atau hari Minggu, atau bahkan hari Rabu. Terserah anda mau mempersembahkan hari yang mana sebagai Hari Sabat bagi Allah.

Secara harfiah, Sabat berasal dari bahasa Ibrani, yaitu Shabbat, yang artinya “beristirahat atau berhenti bekerja”.

Jadi hakekat dari Sabat bukanlah “Kekeramatan Hari Kesekian”, melainkan “Beristirahat dalam hadirat Tuhan”. Maka pesan terkuat di dalam Sabat, menurut pengertian yang Yesus berikan di atas bukanlah “Nama Hari”, melainkan “Istirahat Bersama Tuhan.”

Akan tetapi orang-orang Yahudi turun temurun telah terjebak ke dalam pemahaman lahiriah mengenai Sabat. Yang mereka lakukan ialah “Mengkeramatkan Hari”, sehingga lama kelamaan Sabat telah menjadi kultus tersendiri. Itulah sebabnya orang-orang Farisi dan imam-imam Yahudi saat itu sangat mengecam murid-murid Yesus, dan tentu saja Yesus sendiri, karena tidak “Mengkeramatkan Hari.” Atas pemahaman lahiriah inilah Yesus meluruskan: “Aku adalah Tuhan atas Sabat”. Yesus seolah berkata: “Bukan Sabatnya yang mestinya kamu kultuskan, tetapi Aku!”

Jika anda menjalani Sabat karena “Mengkeramatkan Hari Ketujuh” seperti pemahaman Yahudi, anda melakukan ibadah lahiriah, seorang penganut legalisme. Yang semestinya kita lakukan ialah menjalani Sabat karena “Menghormati dan mengasihi Yesus”. Menghormati Tuhan berbeda jauh dengan Menghormati Hari. “Menghormati Tuhan”, dan bukan “Menghormati Hari”, itulah kebenaran Sabat, itulah yang Yesus tanamkan didalam perkataan-Nya, dan itulah yang saya anut serta bagikan kepada saudara.

Pemahaman ini selaras dengan penjelasan lainnya dari rasul Paulus.

Kolose 2:16
Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat;

Roma 14:5
Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri.

Dari kedua ayat yang Paulus tuliskan itu, ada tersirat hikmat yang sangat kuat, bahwa hakikat Sabat itu bukanlah Hari. Ia sedang berkata:
“Kalau ada di antara kamu berkata bahwa hari Sabat itu haruslah Hari Ketujuh, silakan saja. Tetapi kalau ada yang berkata, bahwa hakikat Sabat bukanlah “Hari Ketujuh” melainkan “Hari Istirahat di dalam Tuhan”, dengan demikian berkata bahwa semua hari sama saja, itu juga silakan saja.” Asalkan semuanya untuk Tuhan.

Saya menganut bahwa hakikat Sabat bukanlah tentang Hari Ketujuh-nya, bukanlah tentang urutan hari kalendernya, tetapi “Hari Istirahat”-nya, sebagaimana arti harfiah dari kata “sabat” itu sendiri (Sabat=Isitrahat), sehingga bagi saya, mau hari ketujuh atau bukan, bukan masalah utama. Meski demikian, saya juga tahu bahwa menurut tradisi tertua, Sabat itu memang Hari Ketujuh.

Tetapi sekarang, biarlah anda menjadi juri bagi saya: Ketika Allah kita menguduskan Hari Ketujuh, atau ketika Ia memerintahkan “Kuduskanlah Hari Sabat bagi-Ku”, apakah yang Ia keramatkan adalah Hari Ketujuh-nya (urutan harinya) ataukah Tujuan-nya? Tujuannya sudah kita tahu bersama, yaitu “Beristirahat di dalam hadirat Tuhan”. Jika anda mulai fokus pada Hari Sabtu-nya (Hari Ketujuh), anda akan menjadi seorang yang agamawi. Ini sama seperti gereja tertentu yang ngotot bahwa Hari Natal tidak boleh dirayakan selain tanggal 25 Desember. Tanggalnya-lah yang mereka keramatkan.

Sekali lagi saya bertanya pada anda, dan tolong anda jawab entah dengan logika entah dengan hikmat Tuhan yang ada pada saudara, apakah yang Tuhan perintahkan sebenarnya ketika Ia berfirman tentang Sabat, apakah: “Keramatkanlah Hari Sabtu (Hari Ketujuh)” ataukah “Beristirahatlah dalam Hadirat-Ku”?

Meski demikian, sesuai pesan rasul Paulus di Kolose 2:16 di atas, saya tidak akan menghakimi teman-temanku seiman yang berpegang teguh pada kekeramatan Hari Sabtu. Demikian juga janganlah kiranya anda menghakimi saya dengan apa yang saya imani. Sebab saya lebih senang memakai istilah “Hari Beristirahat di dalam Tuhan” daripada Sabat.

Dengan berpegang pada hakekat Sabat, dan bukan kepada Lahiriah Hari Sabat, yaitu “Hari Istirahat”, maka menurut pemahaman saya, “Hari Itu” bisa dilakukan hari apa saja, entah Sabtu, entah Minggu, entah Rabu, entah Jumat. Semua hari sama saja bagi saya, tidak ada salah satu yang lebih keramat daripada yang lain.

Saya menolak segala argumentasi kaum agamawi yang mengharamkan Hari Minggu dan menghubung-hubungkannya dengan budaya kafir Romawi Kuno. Tidak ada hari yang haram. Semua hari yang kita miliki berasal dari Allah kita, bukan dari dewa fiktif manapun. Jadi karena semua hari adalah sama, kita boleh mempersembahkan hari mana saja sebagai Sabat bagi Tuhan kita.

Dan karena kita, mayoritas umat kristen turun temurun menjalani “Hari Istirahat didalam Tuhan” pada hari Minggu, maka biarlah kita mempersembahkannya bagi Tuhan pada hari Minggu, tidak perlu memaksakan diri harus kembali ke Hari Ketujuh (Sabtu). Tapi kalau pun ada yang hendak kembali ke Hari Ketujuh karena menganggapnya keramat atau karena nuansa sejarah kepurbakalaan di dalamnya, silakan saja. Janganlah kita saling menghakimi, melainkan saling memberi dukungan di dalam kasih, sepanjang semua itu kita persembahkan kepada Tuhan.

Juga, menurut konsekuensi pemahaman saya, jika saya berhalangan mempersembahkan Minggu sebagai “Hari Istirahat” di dalam Tuhan, saya boleh menggantinya menjadi hari lain dalam pekan itu. Maksud saya, sebagian daripada kita banyak yang bekerja pada hari Minggu karena ikatan kontrak kerja atau alasan yang lain yang tidak bisa dihindarkan. Bagi anda yang termasuk di dalamnya, kalau anda tidak dapat “Beristirahat” dalam Tuhan pada hari Minggu itu, anda seharusnya melakukannya di hari yang lain. Yang keliru adalah jika anda sama sekali tidak mempersembahkan satu hari pun untuk tinggal beristirahat dalam hadirat Tuhan.

Akan tetapi saya percaya, setiap perusahaan, meskipun menyuruh karyawannya bekerja di hari Minggu, tentulah dalam satu pekan itu ada hari “off”. Hari “off” itulah yang mestinya anda persembahkan sebagai “Hari Istirahat” di dalam Tuhan. Jika ada perusahaan memaksa karyawannya bekerja terus menerus sepanjang minggu, sepertinya itu menyalahi aturan perundang-undangan. Anda seharusnya meninggalkan perusahaan itu, sebab cara kerjanya sangat memperbudak.

Kita ada di dunia ini tidak hidup untuk pekerjaan. Kita adalah pendatang-pendatang dari sorga karena Yesus. Pekerjaan hanyalah sarana bagi kita untuk hidup di dunia ini di dalam kasih dan takut akan Tuhan.

Bagaimana menguduskan Sabat?

Ini adalah pertanyaan inti. Dan untuk menjawabnya, kita akan kembali ke Alkitab. Kita akan baca langsung isi Perintah Keempat tersebut:

Keluaran 20 : 8-11
Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu.
Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya.

Inti dari hukum Sabat ialah: beristirahat seharian penuh pada hari itu, untuk TUHAN. Jadi pada hari Sabatmu, hari apapun itu yang anda persembahkanlah, janganlah buka tokomu, jangan mengerjakan sawahmu, jangan jalankan pabrikmu, jangan menjalankan bisnismu. Jangan berdagang. Jangan menghasilkan uang sedikitpun pada hari itu. Engkau dan seisi rumahmu, serta karyawan-karyawanmu.

Orang bertanya, kalau saya tidak ke toko hari Minggu, bolehkan karyawan saya yang muslim itu membukanya? Pertanyaannya: toko itu milik siapa? Di bawah otoritas siapa? Dia atau anda? Dalam firman di atas, tegas disebutkan: “hambamu laki-laki atau hambamu perempuan”. Itu artinya setiap anak buahmu, termasuk karyawanmu.

Jadi karena hakekat dari Sabat Tuhan adalah “Istirahat Total” di dalam Dia, maka itulah pegangan kita, yaitu “Hari Istirahat Total” dari segala pekerjaan yang berhubungan dengan nafkah. Pada hari itu, jika itu adalah Minggu, baiklah seharian kita habiskan di dalam gereja, pulang gereja beristirahat dan bercengkerama di rumah bersama keluarga dalam suasana sorgawi. Jadi hari itu, mestinya kita memenuhi rumah kita dengan lagu-lagu rohani, tontonan-tontonan rohani, membaca Alkitab, majalah rohani, buku rohani, renungan-renungan, kesaksian-kesaksian, atau pun mengobrol-ngobrol tentang firman Tuhan. Kita terlalu sedikit punya waktu membaca Alkitab di hari-hari kerja, jadi baiklah kita manfaatkan hari Minggu itu sebagai hari mempelajari Alkitab agar pengenalan kita akan Tuhan semakin dalam.

Hindarkanlah hari itu dari kesibukan-kesibukan luar rumah yang sekuler seperti pesta-pesta, piknik-piknik, mandi-mandi di kolam renang, cuci mata di mal, belanja-belanja, dan sejenisnya. Sebab hari itu disebut “Hari Istirahat dalam Hadirat Tuhan”, bukan dalam kemanjaan daging.

Kalau pun ada aktivitas keluar rumah, sebaiknya itu adalah pertemuan di gereja, atau persekutuan doa, dan aktivitas lainnya yang berhubungan dengan ibadah kita. Atau boleh juga kita merancang adanya pertemuan jemaat pada malam hari, seperti jemaat mula-mula.

Intinya adalah seharian itu kita mengarahkan hati dan pikiran kita kepada Tuhan. Kalaupun anda harus pergi ke pesta teman, atau berada di perjalanan misalnya, biarlah hati dan pikiran anda tetap tertuju kepada Tuhan. Itu artinya anda mesti menjaga situasi supaya anda tidak terlalu terlibat dalam kebisingan atau keramaian sekuler di sekitar anda, atau sedapat-dapatnya lebih baik tidak kemana-mana. Baiklah kita mengisi hari itu dengan renungan firman dan doa-doa. Sebab seringkali kita akan bertemu dengan orang-orang, entah famili kita, entah teman-teman kita di tempat ramai, lalu terlibat obrolan-obrolan sekuler seharian, seperti politik lah, hobbi lah, sepakbola lah, yang lain lah, yang membuat fokus hati kita pada Tuhan menjadi buyar. Dan kalaupun ingin beristirahat secara fisik, istirahatlah di rumah saja kalau tidak sedang dalam perjalanan, termasuk tentu tidur siang.

Semua itu kita kerjakan bukan di dalam pola mengkeramatkan Hari sebagaimana pandangan Yahudi yang diturunkan para rabbi Farisi di masa lalu yang telah dikritik oleh Yesus, tetapi mempersembahkan satu hari sebagai Sabat Allah (Beristirahat Bersama Yesus). Ketika kita memakai pola Yahudi, kita akan terjebak pada jiwa legalistik, mencari-cari tahu mana yang boleh mana yang tidak, serta diliputi oleh ketakutan, dan di sisi lain, oleh jiwa penghakiman terhadap orang-orang lain.

Tetapi dalam pola persembahan, kita akan tetap sadar bahwa komitmen kitalah sumber tindakan kita. Hari itu tetap kita yang punya, tetapi punya kita itu kita persembahkan kepada Allah sebagai Sabat bagi-Nya. Sama seperti uang perpuluhan, tadinya uang itu –bendanya- kita yang punya, lalu kita pesembahkan sebagai milik Allah. Kalau pola ibadah Sabat kita seperti itu, kita benar-benar telah memahami salah satu penjelasan Tuhan Yesus terpenting mengenai Sabat: “Sabat itu untuk manusia, bukan manusia untuk sabat.” Sabat itu ada untuk dipersembahkan manusia –sebagai bahan persembahan, sama seperti makanan atau uang ada sebagai bahan persembahan, dan bahan-bahan itu tidaklah lebih berharga daripada manusia itu sendiri- .

Jadi hal ini saya ingatkan, sebab ada kalanya kita dapat terjebak pada sifat-sifat agamawi. Sifat-sifat legalistik itu berkutat kepada apa yang boleh apa yang tidak boleh dilakukan. Orang-orang kedar sangat memperhatikan apa yang boleh apa yang tidak boleh saat mereka ada di dalam mesjid: tidak boleh pakai alas kaki, tidak boleh kaki berdebu, tidak boleh mengobrol dengan suara keras, tidak boleh begini, tidak boleh begitu. Itulah yang kita maksud dengan sifat yang legalistik. Kita tidaklah seperti itu, tapi bukan berarti kita lantas berprilaku koboi di dalam gereja. Kita tahu mana yang baik mana yang tidak, dan sebagai anak-anak Allah, kita tahu memilih berbuat apa.

Maksud saya, tidak usah terjebak kepada apa yang boleh apa yang tidak boleh pada hari Sabat. Tidak ada yang tidak boleh, tetapi kita memiliki komitmen apa yang harus kita lakukan dan apa yang tidak akan kita lakukan pada hari itu. Contohnya begini: bolehkah menonton TV atau bersantai di pantai atau pergi ke pesta teman pada hari Minggu? Jawabannya bukan boleh atau tidak boleh. Jawabannya adalah: apakah aktivitas itu akan menyita fokus hati dan pikiran anda sehingga anda larut? Jika anda tetap mengarahkan hati anda pada Tuhan, silakan saja. Tetapi jika karena TV anda jadi lupa pada hadirat Yesus pada hari itu, itu berarti anda gagal mempersembahkan hari itu sebagai Sabat untuk-Nya.

Juga janganlah anda menahan diri dari berbuat baik karena hari Sabat. Berbuat baik itu adalah aplikasi dari kasih, dan itu sangat menyukakan hati Tuhan kita Yesus. Berbuat baik itu misalnya menjenguk orang sakit, memberi makan orang yang lapar, menguatkan hati anak-anak Tuhan, menceritakan Injil, dan sebagainya.

Hari itu kita akan hidup sepenuhnya untuk Tuhan, bukan untuk kepentingan kita lagi. Sehari itu, kita pinggirkan dulu kepentingan hidup kita di dunia ini. Tujuan dari semua yang kita lakukan maupun yang tidak kita lakukan ialah memelihara hati dan pikiran kita tetap fokus kepada hadirat Tuhan kita Yesus Kristus. Jika anda menganggap mendengar lagu rohani membantu anda fokus pada Tuhan, pasanglah. Jika anda mengaggap musik itu justru cukup mengganggu, matikanlah. Jika anda menganggap menonton tv tidak menggaggu fokus anda pada Tuhan, tontonlah. Jika anda menganggap justru menyita pikiran anda berkelana kemana-mana, matikanlah.

Inti tulisan saya ini ialah supaya kita beristirahat total di dalam hadirat Allah pada hari minggu, atau sabtu, atau hari apapun yang kita persembahkan, dengan tidak membuka toko atau bekerja mencari nafkah pada hari itu, dan tidak pula di dalam kegembiraan daging, melainkan di dalam suasana sorgawi yang penuh sukacita dan persekutuan. Sebab saya tetap percaya hukum Sepuluh Perintah tetap berlaku, dan jika ia tetap berlaku, maka seluruhnya berlaku, dan bukan Sepuluh Perintah Minus Satu. Itulah yang saya tuliskan kepada saudara, dan silakan anda uji sendiri apakah itu sesat atau benar-benar dari Tuhan.

Tidak ada yang sempurna dalam ibadahnya, termasuk ibadah Sabat. Tapi Allah melihat niat hati kita, dan Ia menguji hati. Anda tahu, dalam segala ibadah, Allah melihat hati. Kain mempersembahkan perpuluhan, tetapi Allah yang menguji hati, tidak berkenan kepada persembahannya. Cara Sabat kaum Farisi –meskipun sangat keras- ternyata tidak berkenan kepada Tuhan, sebab jikalau Tuhan berkenan, tentulah Ia tidak mengecam mereka. Sekali lagi, Yesus mencari hati anda dalam semua yang anda kerjakan.

Dan saya juga harus memberitahu anda, bahwa kita selamat karena kasih karunia Allah, yang kita terima dengan iman di dalam Yesus. Di dalam kasih karunia itu, anda telah diampuni, anda dikasihi, anda dipandang sebagai milik, yang dicintai dan disayangi oleh sorga. Itu semua anda peroleh karena Yesus rela mati bagi dunia, dan anda terima oleh iman. Jika anda tinggal dalam kasih karunia itu dan teguh menolak semua dosa, percayalah, anda akan bertemu Tuhan.

Sabat ada untuk manusia. Itu artinya, anda lebih dikasihi daripada Sabat. Sabat itu hanyalah sebuah benda, meski tidak kelihatan, dan benda itu ada untuk anda persembahkan bagi Bapa kita. Sama seperti perpuluhan adalah benda, ibadah adalah benda, puji-pujian adalah benda, dan semua itu kita persembahkan untuk Tuhan.

Jadi dari apa yang saya peroleh dari Roh Tuhan, saya menyadari bahwa Sabat masih dikehendaki-Nya. Akan tetapi anda selamat bukan karena anda memberi perpuluhan, atau karena anda tekun ke gereja, atau karena anda mempersembahkan Sabat, atau karena anda mengasihi orang lain, atau karena anda mengampuni, atau karena anda memberi diri dibaptis selam, melainkan karena iman di dalam Yesus Kristus. Tetapi kita tahu Bapa kita menghendaki semua itu, dan kita mengerjakan kehendak-kehendak-Nya itu karena kita tahu dan kita dapat, karena kita mengasihi Dia.

Haleluya.

Dikutip dari sini.

21 komentar:

  1. sy juga tertarik membahas tentang hari sabat ini..., dan sangat diberkati setelah membaca artikel kesaksian ini. sy juga sempat bertanya" tentang tepatnya kapan sabat itu...,sebab ada yg bilang jumat,sabtu,minggu. ada bnyk juga argumen yg berbeda-beda. namun..,puji TUHAN setelah membaca ini sy pun jadi legah.

    namun ada yg menjadi pertanyaan lagi ni..., kan dikatkan dlam Keluaran 20 : 8-11
    Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu.
    Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya.

    Inti dari hukum Sabat ialah: beristirahat seharian penuh pada hari itu, untuk TUHAN. Jadi pada hari Sabatmu, hari apapun itu yang anda persembahkanlah, janganlah buka tokomu, jangan mengerjakan sawahmu, jangan jalankan pabrikmu, jangan menjalankan bisnismu. Jangan berdagang. Jangan menghasilkan uang sedikitpun pada hari itu. Engkau dan seisi rumahmu, serta karyawan-karyawanmu.

    tapi..,bagaimana dengan penjelasan ini : Matius 12 : 10 - 12
    Di situ ada seorang yang mati sebelah tangannya. Mereka bertanya kepada-Nya: "Bolehkah menyembuhkan orang pada hari Sabat?" Maksud mereka ialah supaya dapat mempersalahkan Dia.
    Tetapi Yesus berkata kepada mereka: "Jika seorang dari antara kamu mempunyai seekor domba dan domba itu terjatuh ke dalam lobang pada hari Sabat, tidakkah ia akan menangkapnya dan mengeluarkannya?
    Bukankah manusia jauh lebih berharga dari pada domba? Karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat."

    jadi...,kalau berbuat seuatu yang baik pada hari sabat itu boleh kan...? misalnya nelayan mencari nafkah di laut..., bukankah itu berbuat baik juga bagi keluarganya...? dn juga perawat/dokter yg merawat pasien di RS pada hari sabat.

    mohon penjelasannya. terimakasih Yahushua memberkati.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kan sama saja seperti bekerja di ladang juga mencari nafkah.bekerja Nelayan tetap saja bekerja, fokusnya ke keluarganya untuk diberi makan. Tetapi sudah ada 6 hari untuk bekerja. Tuhan minta satu hari saja beristirahatlah fokus kepada Tuhan.

      Juga tadi dibilang kan saat itu bayang dari sorga Bapa. Khawatiran untuk masa depan keluarga tidak ada di sorga. Namun berbuat baik itu kehendak Tuhan, baik adalah sifat Tuhan. Tuhan melihat hati orang. Sebagai orang kristen kita melawat orang sakit, merawat orang sakit itu bukan bekerja untuk dunia, untuk kita sendiri melainkan kehendak Tuhan. Berbuat baik itu kita tidak memikirkan bayaran. Sebagai orang Kristen hal hal baik itu segalanya yang membuat kita fokus kepada Tuhan Allah. Kita mempersembahkan doa kita untuk kesembuhan pasien2 kepada Allah.
      Coba deh baca ulang article ini berdoa minta Roh Kudus menjelaskan. Dan bila ada dari jawaban saya yang kurang sepadan dengan firman Tuhan atau penjelasan article ini tolong diberitahu ya.

      Hapus
  2. Haleluya, Allahku Maha Dahsyat.

    Saya bergumul atas persoalan perpuluhan dan sabat ini juga, dan saya minta jawaban dari Tuhan. Sebenarnya Tuhan sudah berikan jawaban-Nya tetapi saya memiliki iman seperti Thomas, yang tidak cukup atas satu atau dua bukti jawaban, sama seperti anda juga sepertinya, hehe.

    Tapi, Puji Tuhan, Yesus tidak akan membiarkan umat-Nya yang mencari jawabNya tersesat. Setelah membaca artikel/kesaksian ini saya pun merasa sudah menemukan jawabNya.

    Terima kasih Tuhan.

    Tuhan Yesus selalu memberkati dan menyertai saudara.

    BalasHapus
  3. Terima kasih untuk penjelasannya, ini sangat memberkati. Minta izin untuk di post di blog saya ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Silahkan di share untuk menjadi berkat.

      Hapus
    2. saya mau ty bolehkah kita kuliah di hari minggu pagi dan tetap bergereja di minggu malam

      Hapus
    3. Yang paling tepat mestinya anda berdoa bertanya kepada Tuhan, tidak ada hal yg terlalu sepele bagi Dia, justru oleh hal-hal sepele lah manusia biasanya jatuh.

      Hapus
  4. Tidak ada salahnya juga di hari Sabtu, sebab jika ditarik ulur ke belakang suatu kejadian berulang bahwa, roti manna tidak jatuh pada hari Sabat, itu menandakan TUHAN sendiri yg mengawali hitunganNYA.

    BalasHapus
  5. Inspiratif, yang berijazah teologis jangan gengsi copas ....:)

    BalasHapus
  6. bagaimana dengan pemilik peternakan yg mengharuskan memberi pakan setiap hari?

    BalasHapus
  7. Gereja Yesus Sejati adalah salah satu gereja yang memegang hari sabat. Dimulai Jumat malam sampai Sabtu sore, jemaat berusaha melakukan segala hal untuk memuliakan Tuhan.

    BalasHapus
  8. Kalau kita mengacu kpd Kitab Kejadian, cerita pencipataan langit dan bumi itu ditulis dlm bhs ibrani. Contoh Kej 1:5 "Vayikra Elohim la-or yom velachoshech kara laylah vayehi-erev vayehi-voker yom echad." Sepekan itu sebenarnya tdk memiliki nama, namun dia dihitung dalam sistim penomoran:
    yom echad = "first day" = (Minggu) Kej 1:5
    yom sheni = "second day" = (Senin) Kej 1:8
    yom sh'lishi = "third day" = (Selasa) Kej 1:13
    yom revi'i = "fourth day" = (Rabu) Kej 1:19
    yom chamishi = "fifth day" = (Kamis) Kej 1:23
    yom shishi = "sixth day" = (Jumat) Kej 1:31
    yom s'vi/ shabbat= seventh day = (Sabtu) Kej 2:3
    Saudara2 lihat kemiripan bhs ibrani kalender Tuhan dgn susunan kalender skrg. Di sini jelas Tuhan Yesus tdk pernah salah meletakan posisi hari Sabat itu.
    Ibrani 13:8 (TB) Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.

    BalasHapus
  9. Rasul-Rasul tetap mememlihara Sabat (SABTU) atau hari ketujuh dalam. IBRANI 4:9 "JADI MASIH TERSEDIA SUATU HARI PERHENTIAN, HARI KETUJUH, BAGI UMAT ALLAH" jadi kalau kita mengaku "Umat Allah" ada Satu hari perhentian yaitu hari ketujuh (Kejadian 2:2) (Sabat atau Sabtu) bukan hari lain...Mohon dibalas atau dikritik....atau ada sanggahan...dipersilahkan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hari sabat sudah digenapi oleh Yesus, Dia Tuhan atas hari sabat yang datang ke dunia.
      Hari minggu bukanlah hari sabat, itu adalah hari Tuhan Yesus bangkit mengalahkan maut, pada hari itulah kita beribadah memperingatinya.
      Bila ada yang beribadah pada hari sabat itu baik, semua hari baik untuk ibadah, janganlah kita saling menghakimi tentang hari ibadah.
      Yang pasti Tuhan Yesus telah memilih hari minggu untuk bangkit dan kemudian para rasul yang masih beribadah sabat juga beribadah pada hari minggu dan melakukan perjamuan suci. Setelah aniaya di Yerusalem maka para rasul tidak mungkin lagi untuk beribadah sabat di bait Allah, sebab permusuhan dari orang Yahudi jahat, maka yang tetap adalah ibadah hari Tuhan bangkit yaitu minggu.

      Hapus
  10. Saya salah satu org,yg mencari kebenaran dari sabat,dan jjr kadang sya ragu dgn diri saya sendiri,apaka yg sdh sya lakukan in benar atau tdk,,krna selama in sya beribadah di hari minggu dan anggap hari minggu adalah hari sabat,setelah sya baca di smua situs2 sya mendapat sbuah artikel yg mngatakan klau sabat itu hari sabtu dan hari minggu itu hari penyembahan dewa matahari,dan beribadah di hari minggu itu perintah dari constantine,bukan perintah dari Tuhan,semenjak itula iman sya goyang,dan sya mulai mencari tau kebenaranNya,dan sya berargumen sama banyak org soal hari sabat ini,ad yg blg sabat itu sdh hilang di kayub salib jadi kita pengikut KRISTUS sdh tdk trikat lgi oleh sabat,,dan ad jg yg blg sebalikNya sabat itu msih harus di kuduskan sprt perintah yg ad di kitab PL,sabat itu hari sabtu,dan ibadah di minggu itu hanya tradisi dan perintah khatolik,iman saya sangat goyang.dan sya berdoa trs minta petunjuk dari Tuhan minta kebenaran dari Tuhan krna sya tau penjelasan dari manusia ndk ad yg sempurna,tpi setelah sya baca artikel ini sya merasa sngat legah sya mendapat penjelasan yg sngat membuat saya puas,sya percaya in jawaban dari doa sya...
    Sdh bnyk artikel yg saya baca,tpi kbnyakan sling menyalahkan dan menganggap diriNya pling benar,,tpi di artikel sdra in menurut sya sngat netral dan penjelasan yg amat jelas...
    Trimah kasih buat bacaanNya
    GBU😇

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hari sabat sudah digenapi oleh Yesus, Dia Tuhan atas hari sabat yang datang ke dunia.
      Hari minggu bukanlah hari sabat, itu adalah hari Tuhan Yesus bangkit mengalahkan maut, pada hari itulah kita beribadah memperingatinya.
      Bila ada yang beribadah pada hari sabat itu baik, semua hari baik untuk ibadah, janganlah kita saling menghakimi tentang hari ibadah.
      Yang pasti Tuhan Yesus telah memilih hari minggu untuk bangkit dan kemudian para rasul yang masih beribadah sabat juga beribadah pada hari minggu dan melakukan perjamuan suci. Setelah aniaya di Yerusalem maka para rasul tidak mungkin lagi untuk beribadah sabat di bait Allah, sebab permusuhan dari orang Yahudi jahat, maka yang tetap adalah ibadah hari Tuhan bangkit yaitu minggu.

      Hapus
  11. Saya baru membaca dan merasa sangat di berkati trimakasihhh Gbu

    BalasHapus
  12. Sebenarx sabat menurut alkitab adalah hari sabtu karena yesus mati pada hari jumat disitu dikatakan hari persiapa menjelang sabat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut Alkitab sabat tidak hanya sabtu (hari ke 7), sebab ada perintah dari Tuhan untuk menjadikan hari raya agama menjadi hari sabat walau tidak jatuh pada hari sabtu.
      Contoh: Hari raya pendamaian harus dijadikan sabat (Imamat 16:29-31).

      Yesus wafat pada saat Paskah Yahudi, belum tentu itu hari jumat, kemungkinan besar itu sabat hari raya roti tidak beragi, jadi ada 2 sabat dalam minggu itu.

      Bagi yang ingin mempelajari tentang hari Yesus wafat dapat lihat di: https://belajar-alkitab.blogspot.com/2018/02/tradisi-beda-dengan-alkitab.html

      Hapus