Suatu ketika, seorang pendeta mengajar kelas pemuridan yang diikuti seluruh jemaat. Ia mengutip firman Tuhan Yesus yang berkata: "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku." (Yoh. 14:15)
Setelah membaca ayat itu, si pengajar lalu mulai mengajar: "Jadi karena itu, kalian harus melakukan perintah-perintah Tuhan."
Jemaat bertanya: "Apa-apa saja perintah Tuhan, Pak?"
Pertanyaan itu segera mendapat jawaban: "Kau harus begini, begini, begini dan begini. Kau harus melakukan ini, ini, ini dan ini. Pokoknya semua yang disebutkan dalam Alkitab, kau harus lakukan semua itu!"
Jemaat bertanya lagi: "Pak, bagaimana kalau semua itu tidak dilakukan?"
Pak Pengajar menjawab: "Jangan harap kalian akan selamat!"
Ketika jemaat membaca Alkitab mereka, dalam hati mereka mulai mengeluh: "Sulit sekali ikut Tuhan...."
Maka tumbuhlah di hati mereka akar sungut-sungut, akar tawar hati, akar kepahitan, akar jiwa yang gemar menghakimi saudaranya yang berdosa, akar kesombongan rohani, akar Farisi, akar kesesatan.
Mereka mulai mengerjakan perintah-perintah Tuhan, tetapi roh mereka tidak memancarkan sukacita. Wajah mereka terlihat muram dan mudah sekali marah pada orang luar. Mereka berjalan seperti orang-orang Farisi yang mencibir jijik pada orang-orang berdosa yang dtemuinya. Mereka mulai memerintahkan orang bertobat tapi sambil mengancam. Injil yang mereka usung penuh pengancaman dan pengutukan. Mereka dikuasai ketakutan dan teror rohani, sehingga yang keluar dari lidah mereka saat mengajar juga teror rohani.
Bagaimana semua itu bisa terjadi sementara mereka sedang mengerjakan firman? Itu karena mereka berangkat dari pemahaman dasar yang salah. Ketika mereka membaca ayat di atas, yang menjadi fokus mereka adalah "menuruti segala perintah-Ku".
Tetapi sejak hari ini, anda harus mengerti apa yang menjadi fokus Tuhan dalam firman-Nya itu. Fokus Tuhan ialah: "Kasihilah Aku."
"Kasihilah Aku. Kasihilah Aku. Kasihilah Aku," itulah yang sedang Yesus katakan. "Dan kalau kamu mengasihi Aku, kamu pasti dengan penuh sukacita menuruti perkataan-KU."
Sewaktu saya masih lajang dulu, mendiang ayah saya punya usaha kolam lele dumbo di belakang rumah. Setiap pagi dan sore, saya pasti sepenuh antusias menyibukkan diri di kolam-kolam itu. Saya tatap ikan-ikan itu. Jika mereka sehat-sehat, gembiaralah hati saya. Jika ada yang terlihat sakit, gundahlah hati saya. Saya memberi makan ikan-ikan itu sambil tertawa-tawa gembira melihat kerakusan mereka. Saya bersihkan kolam dari tumbuhan-tumbuhan liar maupun sampah. Saya tergerak sendiri mengganti air kolam pada harinya, dan lain sebagainya.
Saya tidak pernah menuntut jam istirahat maupun gaji dari ayah saya. Semua itu saya kerjakan dengan penuh sukacita.
Tetapi ada pula seorang buruh. Dia mengerjakan juga pekerjaan-pekerjaan yang saya kerjakan itu. Tapi tidak antusias. Tidak berasal dari hatinya. Ketika ayah saya tidak ada, dia pergi duduk-duduk dan tidur. Ketika ayah saya datang, dia pura-pura semangat. Ikan-ikan itu sehat, dia tidak gembira. Ikan-ikan itu mati, dia pun tidak bersedih. Dia sangat peduli dengan jam istirahat. Satu-satunya yang memenuhi hatinya adalah: upahku, upahku, upahku.
Saya dan buruh itu sama-sama mengerjakan segala kesibukan di kolam itu. Tapi kenapa sikap kerja kami berbeda?
Karena saya mengasihi ayah saya, dia mengasihi dirinya sendiri. Saya terjun ke kolam itu karena kasih dan bangga akan ayah. Dia terjun kesitu karena DIA HARUS BEKERJA.
Saudara,
Ketika anda tidak mengasihi Tuhan, anda memang masih dapat mengerjakan perintah-perintah-Nya, tetapi dengan roh ketakutan, roh yang muram, roh yang menyimpan sungut-sungut.
Tetapi ketika anda mengasihi Tuhan, anda akan menganggap semua perintah itu sebagai kegemaran, kesukaan, dan kebahagiaan.
Maka: "Kasihilah AKu," kata Tuhan kita. Kasih karunia-Nya menyertai saudara.
Sumber: FB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar