Saudara terkasih dalam Kristus Yesus :
Misalnya Ada
berita seorang hamba Tuhan melakukan perbuatan tidak terpuji…. Dan hal
ini sedang dalam ‘penyelesaian secara hukum’. Jadi kalau masih sedang
dalam sebuah ‘penyelesaian secara hukum’ berarti perkara ini masih /
sedang berjalan belum tuntas, belum ada keputusan secara hukum SALAH
atau TIDAK SALAH.
Menghadapi hal semacam itu, yang
beritanya ‘sedang dalam penyelesaian’ sudah tersebar luas melalui media
cetak (Koran), media elektronik (tv, radio, internet)… Bagaimanakah
seharusnya sikap saudara dan saya sebagai orang Kristen menghadapinya ?
Bolehkah orang Kristen menjadikan peristiwa itu sebagai salah satu ‘topik’ pembicaraan ?
Disini
ada beberapa pandangan, dan tentunya, kita tidak bisa melarang orang
membicarakan hal tersebut karena sudah tersebar luas (bukan rahasia
lagi), dan tentunya PASTI ADA 2(DUA) OPINI yang berbeda :
1. Yang membenarkan,
2. Yang menyangkal.
Nah, saudara kekasih Tuhan, kalimat ”jangan menghakimi”
mulai dipakai dalam argumentasi ini. Terutama bagi mereka yang
berpendirian ”menyangkal”. Biasanya mereka akan mengatakan ”jangan
menghakimi.....” karena menurut pandangannya, orang yang ’dibela’ itu
tidak bersalah apa apa, apalagi kalau yang ’membenarkan’ berita itu
orang Kristen...
Sebenarnya, pernahkah dipikirkan secara
dewasa , jujur dan bijaksana bahwa orang yang ’menyangkal’ dan
mengatakan kata ”jangan menghakimi” itu, pada saat itu juga tanpa ia
sadari, JUSTERU SEDANG MENGHAKIMI pihak ’lawan’-nya, bukan ? Jadi :
berarti pula keduabelah pihak itu SEDANG SALING MENGHAKIMI ! satu sisi menghakimi dengan “menyalahkan”, sisi lain menghakimi dengan “menyangkal / membela”...
Hal
ini jadi sangat menarik untuk di analisa secara alkitabiah khususnya
buat kita yang sama sama orang Kristen, yang tentunya menerima ajaran
dari Tuhan Yesus yang sama. Kalau masalah ’hakim-menghakimi’ ini
tidak jelas bagi umat-NYA, maka sangat besar kemungkinan alasan ini
bisa dimanfaatkan oleh nabi-nabi palsu dalam menutupi kejahatan yang
mereka sedang atau sudah perbuat, dan menjadi jalan lari bagi
mereka yang sudah merasa doktrin mereka tersudutkan oleh ayat-ayat
Alkitab, atau yang tidak berminat sama sekali untuk menyelidiki
kebenaran dari Kitab Suci.
Karena hal semacam ini muncul
dengan begitu kerapnya, maka sungguh penting bagi setiap orang percaya
untuk mengerti dengan benar mengenai masalah “menghakimi” dalam Alkitab.
Benarkah bahwa orang Kristen tidak boleh menghakimi? Apakah ini sama
dengan tidak boleh menyatakan kesalahan orang lain? Kesalahpahaman
mengenai masalah ini begitu besar, sehingga banyak orang yang akan kaget
jika diberitahu, bahwa :
1. Tuhan Ijinkan Orang Percaya untuk Menghakimi
Banyak
orang Kristen tidak pernah membaca Yohanes 7:24, yang berisi perintah
Yesus: “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil.”
Walaupun Tuhan Yesus tidak merincikan tentang cara menghakimi yang
benar, tetapi jelas sekali bahwa Tuhan mengijinkan, dan bahkan
mengharapkan, bahwa orang percaya menghakimi dengan adil. Bertentangan
dengan opini umum, orang percaya bukan tidak boleh menghakimi!
Sebaliknya, ORANG PERCAYA DIHARAPKAN UNTUK MENGHAKIMI DENGAN ADIL.
2. Arti Kata “Menghakimi”
Di
dalam benak banyak orang, kata “menghakimi” memiliki konotasi yang
negatif. Bahkan, ada orang mengidentikkan “menghakimi” dengan
“menghukum.” Orang-orang yang berkata bahwa “orang Kristen tidak
boleh menghakimi,” sama sekali tidak mengerti arti kata “menghakimi.”
Kita bisa bertanya balik, apa maksud anda “tidak boleh menghakimi.” ?
Apakah orang Kristen tidak boleh punya penilaian tentang apapun juga?
Apakah orang Kristen tidak boleh berpendapat ? Apakah orang Kristen
tidak boleh memeriksa? Mereka yang dengan buta berkata “jangan
menghakimi” sama saja berkata: “orang Kristen tidak boleh menilai
apa-apa,” atau “orang Kristen tidak boleh memiliki pendapat tentang
apapun.” Ketika seseorang berpendapat tentang sesuatu hal, maka ia sudah
melakukan penghakiman! Adalah sesuatu yang sangat konyol, jika ada yang secara universal melarang untuk “menghakimi.”
Sekali
lagi kita lihat, kata “penghakiman” sebenarnya berbeda dengan kata
“penghukuman.” Walaupun demikian, dalam konteks tertentu, “penghakiman”
dapat disamakan dengan “penghukuman.” Misalnya, pernyataan bahwa Allah
akan “menghakimi” dunia. Menghakimi di sini dapat disamakan dengan
“menghukum,” karena Allah akan menilai dunia, dan mendapatkannya jahat,
dan tentu akan menghukumnya.
Jadi, apakah seseorang senang
dihakimi atau tidak, tergantung kepada status dirinya. Orang percaya
akan menghadap takhta pengadilan Kristus suatu hari, untuk dihakimi
Tuhan mengenai pekerjaannya (bukan masalah keselamatan). Orang yang
sudah bekerja sekuat tenaga bagi Tuhan sesuai FirmanNya, akan mendapat
sukacita pada hari itu, ketika Tuhan berkata: “Baik sekali perbuatanmu
itu, hai hambaku yang baik dan setia.” Sebaliknya, orang yang
menyia-nyiakan hidupnya, atau yang “melayani” bertentangan dengan Firman
Tuhan, justru akan malu pada hari itu. Jadi, penghakiman tidaklah
selalu hal yang buruk! Itu tergantung pada orang atau hal yang dihakimi
atau dinilai!
3. Alkitab Melarang Menghakimi Hanya Dalam Konteks Tertentu
Ayat yang paling sering disalahgunakan dalam hal “menghakimi” adalah Matius 7:1, “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.” Terlalu
banyak orang, yang tanpa pengertian dan sekedar membeo, memakai ayat
ini untuk bersembunyi dari kebenaran, seolah-olah ayat ini memberi
mereka hak untuk mengabaikan teguran-teguran dan nasihat-nasihat yang
menyatakan kesalahan mereka.
Dalam menafsir Alkitab, salah satu prinsip yang paling penting adalah bahwa penafsir harus selalu memperhatikan konteks.
Apakah Matius 7:1 melarang segala jenis penghakiman? Prinsip lain dalam
penafsiran Alkitab adalah bahwa Alkitab konsisten secara internal.
Tidak ada ayat ayat yang bertentangan. Oleh karena itu, jika Tuhan
mengharapkan, dan mengijinkan orang percaya untuk menghakimi di bagian
Firman Tuhan lain, maka ayat ini tidak mungkin melarang semua jenis
penghakiman. Dan setelah meneliti konteks Matius 7:1-5, maka jelaslah
bahwa dalam perikop ini TUHAN MELARANG PENGHAKIMAN YANG MUNAFIK. Hal ini terlihat jelas dari nasihat Tuhan: “keluarkanlah dahulu balok dari matamu.” Tuhan
tidak ingin orang yang hanya ingin mengorek kesalahan orang lain
sebagai suatu serangan, padahal dirinya melakukan kesalahan yang sama
dan yang lebih besar lagi.
Pelajari lagi : Yohanes 7:24,
yang berisi perintah Yesus: “Janganlah menghakimi menurut apa yang
nampak, tetapi hakimilah dengan adil.”
Prinsip yang sama
(internal consistency dan konteks) dapat kita terapkan pada
perikop-perikop lain yang melarang orang percaya untuk menghakimi.
Sekilas Paulus sepertinya tidak mau orang Korintus menghakimi sebelum
kedatangan kedua Kristus (1 Kor. 4:5). “Karena itu, janganlah menghakimi
sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan menerangi, juga
apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa
yang direncanakan di dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan menerima
pujian dari Allah.” Tetapi, jika kita cocokkan dengan pernyataan Paulus
lainnya tentang menghakimi, dan kita lihat lebih teliti ayat ini lebih
cermat lagi, kita dapatkan bahwa di sini Paulus mengajarkan untuk TIDAK MENGHAKIMI HAL-HAL YANG TERSEMBUNYI.
Ini sangat penting dan harus dimengerti dengan jelas dan jujur : Maksudnya, orang percaya janganlah sok menghakimi hal-hal yang tidak mungkin ia ketahui, melainkan hanya ia duga-duga saja, yaitu hati orang lain. Banyak orang sok menghakimi hati dan motivasi orang lain yang terdalam. Sikap seperti ini tidak benar. Kita bisa menilai kelakuan orang, karena memang terlihat; tetapi mengenai hal-hal yang berada dalam hati seseorang yang tidak ia nyatakan, jangan kita terburu-buru untuk memastikannya.
Prinsip
ini dipraktekkan sendiri oleh Rasul Paulus. Dalam 1 Korintus 4:5, dia
mengatakan “jangan menghakimi.” Tetapi tidak lama kemudian masih dalam
surat yang sama kepada jemaat Korintus, Paulus berkomentar tentang
seorang anggota jemaat di sana yang berbuat dosa zinah: “Sebab aku,
sekalipun secara badani tidak hadir, tetapi secara rohani hadir, aku
sama seperti aku hadir telah menjatuhkan hukuman atas dia, yang telah
melakukan hal yang semacam itu” (1 Kor. 5:3). Kata “menjatuhkan hukuman”
dalam bahasa Yunaninya berasal dari kata krino, kata yang persis sama
diterjemahkan “menghakimi” di 1 Kor. 4:5. Bagaimana ini? Apakah Paulus
sedemikian tidak konsisten? Baru saja dia mengajarkan “jangan
menghakimi” (1 Kor. 4:5), kenapa malah dia sendiri “menghakimi”
(menjatuhkan hukuman, 1 Kor. 5:3)? Jawabannya sederhana. Dalam 1
Kor. 4:5, Paulus mengajar orang percaya untuk tidak menghakimi hati
orang (sesuatu yang tidak dapat diketahui dari luar), tetapi dalam 5:3,
Paulus menghakimi perbuatan orang yang memang nyata. Ada
anggota jemaat Korintus yang melakukan zinah (1 Kor. 5:1-2), dan ini
adalah yang hal yang nyata, yang dapat segera dibandingkan dengan
pengajaran Alkitab. Rupanya untuk hal seperti ini Paulus tidak segan
segan menghakimi, bahkan memberi hukuman!
Jadi prinsip ini harus diulang lagi. Untuk hal yang tidak dapat diketahui, misalnya isi hati orang, janganlah menghakimi.
Kalau kita melihat seseorang memberi persembahan, janganlah kita
menghakimi hatinya, “ah, pasti dia tidak tulus.” Itu adalah penghakiman
yang dilarang, karena kita tidak bisa tahu hati orang tersebut. Atau
kalau kita melihat ada jemaat baru (jiwa baru) dalam gereja ex. Seorang
yang reputasinya jelek tapi ia sudah mau bertobat, jangan kita
menghakimi dia dengan kata ”ia datang hanya pura pura saja...” dan lain
sejenisnya. Tunggulah hingga Tuhan datang kembali. “Ia akan
menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan
memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati” (1 Kor. 4:5).
Tetapi,
kalau ada seseorang mencuri kas gereja, apakah kita boleh berkata, “itu
salah”? Jelas boleh ! Bukan hanya boleh, bahkan harus ditegur dan bila
perlu dikenakan disiplin jemaat. Itu karena hal ini bukan barang
tersembunyi, melainkan barang yang jelas dan dapat langsung dicek dan
diperbandingkan dengan Firman Tuhan. Tetapi sebelum kasus ini jelas
(sudah dibuktikan dengan cara hukum), janganlah kita ’mendahului’
menghakimi dan memutuskan orang tersebut bersalah ! Namun, secara adil,
juga jangan ’mendahului’ menghakimi dan memutuskan orang tersebut tidak
bersalah, hanya menjadi korban fitnahan !
Prinsip yang
sama berlaku untuk doktrin. Ketika ada pengajaran yang salah, yang tidak
sesuai Firman Tuhan, bolehkah kita menyerukan: “itu salah,” atau “itu
sesat”? Jelas ! Bukan hanya boleh, malah harus ditegur. “Beritakanlah
firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa
yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan
pengajaran” (2 Tim. 4:2).
1 Korintus 4:5 tidak dapat dipakai untuk
melarang orang Kristen menyelidiki doktrin yang diajarkan seseorang dan
menyatakannya benar atau salah !
Sayangnya, ketika
ditegur mengenai doktrin yang salah, banyak orang lari ke Roma 14:4-14.
Mereka bersembunyi dibalik kalimat: “Karena itu janganlah kita saling
menghakimi lagi!” (ay. 13). Mereka tidak mau menyelidiki lebih
lanjut, “menghakimi” seperti apa yang dilarang oleh Paulus. Mereka tidak
mau peduli bahwa Tuhan tidak mungkin melarang orang percaya untuk
saling bersaksi tentang kebenaran, saling menegur kesalahan sesamanya.
Pada
kenyataannya, dalam Roma 14, PAULUS TIDAK INGIN ORANG PERCAYA SALING
MENGHAKIMI DALAM HAL-HAL YANG TIDAK DIATUR OLEH ALKITAB. Paulus
memberi contoh 2(dua) hal, yaitu dalam hal makanan dan hari-hari raya.
Alkitab tidak mengatur bahwa orang percaya harus makan suatu jenis
makanan, atau tidak boleh makan makanan lain. Alkitab mengatakan bahwa
semua makanan halal, tetapi tidak mengharuskan orang untuk makan semua
makanan. Oleh karena itu, orang percaya jangan saling menghakimi jika
ada sesamanya yang memilih untuk makan sesuatu atau jika ia memilih
untuk tidak makan sesuatu.
Mengenai hari-hari raya, Alkitab juga
tidak melarang atau menganjurkan orang percaya untuk ikut dalam berbagai
hari raya. Kita melihat aplikasinya dalam kebebasan orang percaya untuk
ikut atau tidak ikut . Boleh saja mengikuti selama semua itu yang TIDAK
MELANGGAR PRINSIP ALKITAB.
Yang terakhir, kita lihat dalam Yohanes 7:24, bahwa ORANG KRISTEN TIDAK BOLEH MENGHAKIMI HANYA DARI SUDUT LAHIRIAH, MELAINKAN SECARA ADIL. Ini berarti penghakiman kita haruslah didasarkan pada Firman Tuhan yang maha adil.
Contoh :
Orang
Israel tahu, Taurat melarang orang berzinah, maka saat mereka menemukan
seorang perempuan berzinah, merekapun mendobrak pintu, si pria segera
kabur, si wanita ditangkap dan dihadapkan pada Yesus dengan pakaian ala
kadarnya, menangis tersedu-sedu, menahan rasa malu. Kata mereka "Rabi,
menurut ajaran Musa, orang yang berzinah harus dirajam batu sampai
mati". Siapa tidak tahu perintah itu, mereka adalah orang-orang yang
mengerti bahkan menghafal Taurat, tapi apa gunanya mereka mengerti Taurat? mematikan orang sambil membanggakan diri telah menjalankan Taurat. Yesus tidak menjawab, karena Dia tahu pikiran mereka yang jahat.
Dalam
satu “KEADILAN”, kalau memang orang yang berzinah harus dirajam batu
sampai mati, mengapa mereka melepas si pria, hanya menangkap si wanita
yang lemah? Taurat menyatakan keadilan Tuhan, mereka yang sudah
mendengar Taurat bukan saja tidak mengerti keadilan Tuhan malah melawan
keadilanNya, bukankah itu berarti dosa mereka double, mengundang hukuman
ganda dari Tuhan.
Terlihat di sini, orang
beragama yang tidak sungguh-sungguh mengerti apa itu agama akan
memperalat agama untuk melampiaskan sifat dosanya, itu lebih berbahaya
dari orang yang tidak mengenal Allah.
Sungguh,
kejahatan yang terselubung; yang tidak kita sadari akan sedikit demi
sedikit muncul, mana kala kita tidak mengerti prinsip total dari Taurat
dengan baik: bukan hanya supaya kita mengenal Tuhan, menyadari
keberadaan kita yang berdosa, juga supaya kita datang pada Tuhan, minta
pengampunanNya, berharap pada anugerah Yesus Kristus yang sejati.
Orang Israel berkata: Rabi, menurut ajaran Taurat, wanita ini harus
dirajam batu sampai mati, bagaimana pendapatMu? Kalau Yesus menjawab ya,
Dia masuk perangkap mereka. Kalau Yesus menjawab: tidak, Dia melanggar
Taurat Musa dan Diapun harus mati. Maka Yesus tidak menjawab ya
atau tidak: boleh atau tidak boleh. Dia menjawab dengan bijaksana, siapa
di antara kamu yang tidak berdosa boleh pertama-tama melempari dia
dengan batu ( bukan merajam batu sampai mati ) Itu artinya, saat mereka
hendak melempari dia, perlu berpikir dulu: aku sendiri punya dosa atau
tidak. (Mereka tahu merekapun telah berdosa karena sudah
melepaskan lelaki yang berzinah itu, tapi hanya mau menghukum di wanita
saja. = TIDAK ADIL.)
4. Orang Kristen Perlu Melakukan Penghakiman (Dalam kontek tertentu)
Jika
kita mengerti bahwa arti dasar kata “menghakimi” adalah “memutuskan
atau membuat penilaian tentang suatu hal,” maka jelaslah bahwa bukan
saja orang percaya boleh menghakimi, bahkan ORANG PERCAYA HARUS
MENGHAKIMI. Dalam hal-hal apa saja orang percaya harus menghakimi? Orang
percaya harus menghakimi terutama dalam hal : PENGAJARAN..
Tuhan
menyuruh kita untuk berhati-hati terhadap nabi-nabi palsu (Mat. 7:15).
Bagaimanakah kita dapat waspada terhadap mereka, jika kita tidak menilai
mereka? Paulus berkata, “Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara,
supaya kamu waspada terhadap mereka, yang bertentangan dengan
pengajaran yang telah kamu terima, menimbulkan perpecahan dan godaan.
Sebab itu hindarilah mereka!” (Rom. 16:17). Bagaimana kita dapat waspada
dan menghindari orangorang ini jika kita tidak menghakimi mereka?
Alkitab mengharuskan setiap orang hamba Tuhan yang setia untuk “menyatakan kesalahan,” dan “menegor” (2 Tim. 4:2). Hal ini tidak dapat dilakukan tanpa menghakimi. Sangat
penting sekali untuk memperhatikan juga di sini, bahwa Tuhan ingin agar
orang yang mengenal kebenaran, memberitahukan kesalahan orang lain yang
belum tahu akan hal itu. Tetapi, bukan disuruh ”mencari-cari kesalahan”
orang lain !
Seharusnya, setiap orang Kristen
yang ditegur kesalahannya, tidak marah, melainkan merenung, dan
menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui kebenarannya.
Ketahuilah, bahwa orang yang menegur anda, sebenarnya sangat mengasihi
anda. Bahkan ia rela mengambil resiko dibenci oleh anda, agar anda bisa
sampai kepada kebenaran.
Selain itu, orang percaya harus
menghakimi perbuatan anggota-anggota gereja yang salah dan memang
bertentangan dengan prinsip prinsip alkitab. Salah satu fungsi gereja
adalah untuk menjadi tempat orang-orang percaya bertumbuh. Dalam proses
pertumbuhan, ada proses pendisiplinan. Anggota-anggota gereja yang
berbuat dosa, harus ditertibkan. Hal ini diajarkan oleh Paulus dalam 1
Korintus 5. Ada anggota jemaat Korintus yang berbuat zinah, dan Paulus
menekankan bahwa orang itu harus dikeluarkan dari jemaat. “Sebab dengan
wewenang apakah aku menghakimi mereka, yang berada di luar jemaat?
Bukankah kamu hanya menghakimi mereka yang berada di dalam jemaat?
Mereka yang berada di luar jemaat akan dihakimi Allah. Usirlah orang
yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu” (1 Kor. 5:12-13).
Sungguh
aneh jika ada orang yang ‘pukul rata’ berkata bahwa “orang Kristen
tidak boleh menghakimi.” tanpa mengetahui kebenaran sesungguhnya (karena
tidak mau belajar) Mari kita renungkan secara benar, melalui pembahasan
singkat Firman Tuhan ini, anda dapat menentukan, MENGHAKIMI ATAU TIDAK
MENGHAKIMI.
Tuhan YESUS memberkati.
By : John W. Kang.
Dikutip dari sini.
terima kasih ; bermanfaat .
BalasHapusPaulus memberikan sanksi atas kewenangannya, begitu pula semestinya aparat negara yang berwenang dapat menghakimi dan memberikan sanksi. Tetapi permasalahannya adalah banyaknya orang Kristen yang menghakimi tanpa memiliki hak atas itu atau bahkan tidak mengerti dengan jelas permasalahannya.
BalasHapusBanyak pula diantara kita menghakimi bukan berdasarkan pada kasih untuk menegur, melainkan keinginan untuk memuaskan diri sendiri.
Woiw...sungguh membangun dan membuka pemahaman saya selama ini... Trims pastor...
BalasHapus